Hukum  

Kolaborasi Strategis: Kejaksaan Agung Luncurkan Diskusi untuk Tangkal Ekstremisme dan Terorisme di Indonesia.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

JAKARTA, literasikaltim.com – Dalam upaya menanggulangi paham ekstremisme dan terorisme, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM INTELIJEN) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Sultan Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Kegiatan ini, merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).

FGD ini, dihadiri oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam penanggulangan terorisme.

Acara dibuka oleh Prof. Dr. Reda Manthovani, yang menggarisbawahi tema diskusi mengenai “Peran Intelijen Kejaksaan dalam Mengantisipasi Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT) terhadap Ekstremisme dan Radikalisme”.

Dalam sambutannya, Reda menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, dalam menghadapi ancaman yang nyata terhadap persatuan dan stabilitas bangsa.

Menurut Reda, fenomena ekstremisme dan terorisme bukan hanya mengancam keamanan fisik, tetapi juga berdampak pada psikologis masyarakat serta merusak tatanan sosial.

Ia menyoroti pentingnya kesadaran kolektif untuk menangkal pengaruh negatif paham-paham radikal yang dapat menciptakan ketakutan di tengah masyarakat.

Dalam konteks ini, data dari Global Terrorism Index (GTI) 2024 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-31 sebagai negara dengan dampak terorisme rendah.

Meskipun mengalami perbaikan, Reda menekankan bahwa Indonesia masih rentan terhadap ancaman terorisme.

Oleh karena itu, FGD diharapkan dapat meningkatkan partisipasi aktif dalam pencegahan dan penanggulangan paham-paham berbahaya tersebut.

Salah satu isu strategis yang diangkat dalam diskusi adalah kebijakan repatriasi WNI yang terasosiasi dengan Foreign Terrorist Fighters (FTF) di Suriah.

Reda mengingatkan bahwa proses identifikasi dan verifikasi status WNI tersebut sangat penting, mengingat potensi konflik horizontal yang dapat muncul ketika mereka kembali ke masyarakat.

Ia juga menekankan perlunya pemetaan wilayah di mana mereka akan kembali, guna mengurangi risiko terorisme.

JAM-Intelijen berkomitmen untuk mendukung langkah-langkah kebijakan repatriasi dengan mengawasi persebaran deportan, returnis, napi teroris, dan eks napi teroris yang ada di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang rawan.

Reda berharap bahwa FGD ini, dapat membuka wawasan dan menyamakan persepsi di kalangan insan Adhyaksa mengenai bahaya ekstremisme, sehingga langkah-langkah strategis dapat segera diambil.

Kegiatan ini juga, diharapkan menjadi sumber kajian dan penelitian untuk menangkal paham radikalisme di Indonesia.

RAN PE bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya ekstremisme serta melindungi hak warga negara untuk merasa aman dari ancaman terorisme.

Dengan mengidentifikasi hambatan dan kendala yang ada, diharapkan kolaborasi dapat terjalin demi menciptakan Indonesia yang lebih aman dan stabil.

Sebagai penutup, Reda menekankan perlunya beberapa langkah preventif oleh jajaran Intelijen untuk mengeliminasi ancaman dari kebijakan repatriasi WNI terasosiasi FTF.

Dia berharap FGD ini, menjadi sarana efektif untuk memperkuat pencegahan dan penanggulangan ekstremisme dan terorisme di Indonesia.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *