![]()
KUKAR, literasikaltim.com – Persoalan lahan di Kilometer 8 Desa Separi kembali mengemuka setelah masyarakat Adat Kutai bersama FKPPI 1802 menyampaikan pemberitahuan resmi terkait rencana aktivitas penanaman di areal yang diklaim sebagai tanah adat, pada tanggal 11 Desember mendatang.
Pemberitahuan ini, menjadi bentuk sikap masyarakat atas berlarutnya penyelesaian sengketa antara warga adat, dan PT JMB Group KRA.

Humas FKPPI 1802, Junaidi Sopian, menjelaskan bahwa keputusan masyarakat untuk melakukan aktivitas penanaman bukan lahir dalam ruang kosong, melainkan hasil dari rangkaian panjang pertemuan dan upaya mediasi yang telah ditempuh sejak awal.

Sejumlah rapat bahkan melibatkan pemerintah desa, aparat kepolisian, hingga instansi teknis seperti BPN Kukar, Dinas Pertambangan, dan Dinas Transmigrasi.
“Sudah dilakukan beberapa kali pertemuan dan klarifikasi, namun pihak perusahaan tidak menunjukkan keseriusan, dan salah satunya ketika undangan rapat dengar pendapat di BPD Separi pun mereka tidak hadir. Padahal ini menyangkut hak masyarakat adat,” kata Junaidi.

Masyarakat adat Separi menegaskan bahwa mereka merupakan penggarap awal di kawasan Rebak Hinas dan Sungai Separi Anak, jauh sebelum izin usaha pertambangan PT KRA diterbitkan.
Kekhawatiran warga semakin menguat, setelah menemukan bahwa saksi batas dalam SKPT atas nama salah satu pihak, justru bukan warga asli Separi.
Atas dasar itu, warga memutuskan melakukan aktivitas penanaman sebagai langkah mempertahankan lahan, dan sekaligus penegasan identitas atas tanah adat.
Langkah tersebut, disampaikan melalui surat resmi yang ditembuskan ke seluruh unsur Pemerintah dan keamanan.
“Ini bukan tindakan sepihak. Kami lakukan terbuka, resmi, dan melalui prosedur administrasi Desa, dan masyarakat adat hanya ingin haknya dihormati,” pungkas Junaidi Sopian.
Hingga berita ini diturunkan pihak perusahaan tersebut, belum memberikan keterangan secara resminya.
REDAKSI.














