Tindakan Kekerasan oleh Dosen Gegerkan Politani Samarinda, BEM Turun Tangan.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

Akmal: Dosen Pelaku Kekerasan Diberhentikan dan Kampus Harus Jadi Ruang Aman.

SAMARINDA, literasikaltim.com – Insiden kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh salah satu dosen di lingkungan Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Samarinda terhadap dua mahasiswa kembali membuka luka lama dalam dunia pendidikan tinggi.

Peristiwa ini, memantik respons keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kampus, yang menuntut tindakan tegas dari pihak Rektorat.

Kejadian tersebut berlangsung pada Rabu (16/4/2025) siang sekitar pukul 11.30 WITA dan melibatkan dua mahasiswa Jurusan Kehutanan berinisial IA dan M.

Dugaan kekerasan dilakukan oleh seorang tenaga pengajar berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan latar belakang permasalahan sepele, yakni gaya rambut gondrong yang dinilai tidak sesuai dengan norma yang dianut pelaku.

Ketua BEM Politani Samarinda, Akmal, dalam pernyataan sikapnya mengecam tindakan kekerasan itu dan menyebutnya sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

Ia menegaskan, lingkungan kampus semestinya menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa, dalam mengembangkan diri, bukan ruang yang membenarkan kekerasan dalam bentuk apapun.

“Perbuatan seperti ini jelas menciderai nilai-nilai akademik,” ucapnya melalui keterangan tertulis ke media ini, Rabu (16/4/2025) malam.

“Kekerasan fisik bukan solusi atas perbedaan pandangan atau penampilan, dan apalagi larangan berambut gondrong, tidak pernah ada dalam peraturan resmi kampus,” tegas Akmal.

BEM menyayangkan kurangnya pengawasan dan kontrol terhadap perilaku tenaga pengajar, yang seharusnya menjadi panutan moral dan intelektual bagi mahasiswa.

Kasus ini, menurut Akmal, bukan peristiwa tunggal, dan sejumlah keluhan serupa sempat muncul di tahun-tahun sebelumnya, namun belum pernah ditindak secara serius hingga akhirnya meledak tahun ini.

Sebagai bentuk tuntutan, BEM mendesak agar pihak kampus segera memberhentikan dosen bersangkutan dari tugas mengajar, seraya menyarankan evaluasi menyeluruh terhadap pola hubungan antara pengajar dan mahasiswa.

Tak hanya itu, mereka juga mendorong korban untuk melanjutkan proses hukum yang telah dirintis.

Dalam pernyataannya, BEM menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum tersebut, dan meminta aparat serta institusi pendidikan untuk menjamin proses hukum yang jujur, transparan, dan tidak berpihak.

“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan,” ujar Akmal.

Ia juga menambahkan bahwa, kejadian ini harus menjadi momentum evaluasi besar di tubuh kampus.

BEM Politani turut menyerukan agar seluruh civitas akademika, termasuk pimpinan dan dosen, melakukan refleksi terhadap nilai-nilai dasar pendidikan.

Menurut mereka, kampus bukanlah institusi militeristik, melainkan ruang pembinaan karakter dan pemikiran kritis yang menghargai kebebasan berekspresi serta martabat manusia.

Dengan tekanan yang semakin besar dari mahasiswa dan publik, kini semua mata tertuju pada langkah konkret yang akan diambil oleh pihak rektorat dalam menyikapi kasus ini.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *