SAMARINDA, literasikaltim.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Suara Arus Bawah (SAB) Kalimantan Timur (Kaltim) berencana akan melaporkan dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Kota Samarinda.
Berdasarkan hasil investigasi dan penelusuran yang dilakukan oleh tim mereka di lapangan, LSM SAB Kaltim menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek, dengan nilai anggaran yang sangat besar.

Ketua Umum DPP LSM SAB, Sandri M. Armand, mengungkapkan bahwa proyek yang menjadi sorotan utama adalah kegiatan pembangunan di kawasan Stadion Utama Palaran, Kecamatan Palaran.
“Pada 2023, proyek tersebut tercatat dengan nama Penanganan Longsoran dengan anggaran lebih dari Rp14 miliar,” ucap Armand saat di wawancarai media literasikaltim.com, Minggu (13/4/2025).

“Namun pada tahun anggaran 2024, proyek serupa muncul kembali dengan nama berbeda, yaitu Pemotongan Jalur 2 Stadion Palaran, dan nilai anggaran yang melonjak drastis menjadi Rp38,2 miliar,” jelasnya.
“Perubahan nama proyek dan lonjakan anggaran yang signifikan menimbulkan tanda tanya besar,” kata Armand.
“Terlebih lagi, proyek ini dimenangkan oleh perusahaan yang alamatnya identik dengan pemenang proyek tahun sebelumnya,” imbuhnya.
Yang lebih mencurigakan, lanjut Sandri M Armand, perusahaan pemenang lelang yakni PT Ann Nuur Sejahtera, diketahui beralamat di Jalan Senyiur 3 Blok A No. 32, Samarinda.

Alamat ini juga merupakan domisili dari dua perusahaan lain yang memenangkan proyek besar lainnya, yakni CV Meridian Utama Konstruksi dan CV Ziyad Konstruksi, dengan nilai proyek masing-masing Rp20,8 miliar dan Rp13,4 miliar.
Ketiga proyek ini, menurut Sandri, seluruhnya berlokasi di Kota Samarinda dan berada di bawah pengelolaan Dinas PU-PR.
“Ada pola yang berulang di sini, yakni satu alamat, beberapa perusahaan, dan semuanya memenangkan proyek dengan nilai fantastis,” ujar Ketua Umum DPP LSM SAB Kaltim.
“Ini menimbulkan dugaan kuat, adanya praktik nepotisme dan permainan orang dalam,” tegasnya.
LSM SAB Kaltim juga mempertanyakan progres pelaksanaan proyek tahun anggaran 2024 yang hingga pertengahan Januari 2025 belum menunjukkan penyelesaian berarti.
Padahal, proyek tersebut telah menelan anggaran puluhan miliar rupiah, dan berdasarkan pantauan tim di lapangan, area yang digarap masih sangat terbatas serta tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang dikucurkan.
Armand menambahkan bahwa, pihaknya juga tidak menemukan tanda-tanda kerusakan berupa longsoran yang menjadi dasar pelaksanaan proyek di tahun sebelumnya.
Hal ini, memperkuat dugaan bahwa perubahan nama proyek, hanya akal-akalan untuk mengelabui publik dan aparat pengawasan.
“Judul proyek berubah, namun lokasinya tetap dan tidak ditemukan adanya longsor, dan ini jelas menyalahi prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran,” katanya.

“Kami menduga, proyek ini hanya kedok untuk menyerap anggaran secara tidak sah,” ucapnya.
Dengan berbagai temuan tersebut, LSM SAB Kaltim mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia, untuk segera membentuk tim penyelidik independen guna menelusuri dugaan penyimpangan dalam proyek-proyek ini.
Mereka juga menyatakan keraguan terhadap netralitas aparat penegak hukum di tingkat daerah, yang dinilai kurang tanggap terhadap indikasi pelanggaran.
“Kami berharap Kejagung bisa mengambil alih kasus ini. Sudah saatnya ada langkah konkret dari pusat, karena jika wasit ikut bermain, keadilan tidak akan pernah terwujud. APBD daerah jangan sampai menjadi ladang bancakan segelintir oknum,” terang Armand.

LSM SAB Kaltim menegaskan akan terus mengawal isu ini, dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan yang diperlukan.
Menurut mereka, upaya untuk membongkar praktik KKN di sektor infrastruktur bukan sekadar kritik, melainkan bentuk kontrol sosial yang bertujuan menjaga integritas pengelolaan anggaran publik.
“Kami tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah. Namun, dengan data yang Kami miliki, dan Kami yakin ada banyak kejanggalan yang patut diperiksa secara hukum,” sambungnya.
“Proyek-proyek dengan nilai besar harus diawasi ketat agar tidak menjadi ajang memperkaya diri,” pungkas Sandri.
Penulis: Andi Isnar