SAMARINDA, literasikaltim.com – Konflik internal yang membelit Jemaat Gereja Toraja di Jalan Air Terjun, Kelurahan Mangkupalas, Samarinda, belum mereda.
Persoalan berpusat pada penguasaan rumah jabatan pendeta (pastori) yang hingga kini ditempati pihak lain di luar majelis jemaat.
Pendeta Daniel Mila Pakau, S.Th., yang diteguhkan sebagai pendeta jemaat pada 29 Oktober 2023, menegaskan bahwa secara hukum dirinya sah menempati pastori.
Namun, kenyataannya rumah jabatan tersebut justru masih dikuasai kelompok lain.
“Secara legal rumah itu adalah pastori, rumah jabatan Pendeta Gereja Toraja. Sejak saya diteguhkan, Saya sah mendiami gedung itu. Tapi faktanya, pihak lain yang menguasai, dan itu tindakan melawan hukum,” tegas Daniel, Selasa (19/8/2025) sore.

Daniel mengungkapkan, proses panjang mediasi sudah ditempuh sejak Desember 2023. Kapolsek, Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, lembaga oikumene, Camat, Lurah, Ketua RT, hingga tokoh adat Dayak pernah hadir dalam pertemuan.
Salah satu kesepakatan adalah membersihkan patok-patok dan tulisan pelarangan di area gereja, serta menyerahkan kunci pastori kepada majelis jemaat.
“Waktu itu diberikan tenggat tiga hari, namun baru hari ini kunci itu diserahkan, meski bukan langsung kepada Kami, melainkan kepada pihak yang dipercaya kedua belah pihak, dan demi kedamaian, posisi pastori saat ini dinetralkan, tidak ada pihak yang mendominasi, sambil menunggu pertemuan lanjutan di Polres pada 26 Agustus mendatang,” jelas Daniel.

Daniel menyebut, pihaknya tidak berjalan sendiri. Kuasa hukum gereja bersama majelis jemaat telah melakukan sidang pleno untuk menyatukan langkah hukum.
Mereka juga mendapat dukungan moril, dari sejumlah organisasi masyarakat dan tokoh adat.
“Semua persuratan kami lengkap. Kami sudah menyurati Presiden Joko Widodo, Gubernur Kalimantan Timur, Wali Kota Samarinda, camat, lurah, hingga Ketua RT. Bahkan Kapolri, Kapolda, Kapolres, sampai DPR RI dan DPRD juga kami surati. Semua bukti penerimaan surat ada. Jadi tidak ada alasan mengatakan perjuangan kami ilegal,” paparnya.
Meski menilai penguasaan pastori ilegal, Daniel menolak menganggap pihak lain sebagai musuh.
“Saya tidak pernah menyebut mereka lawan. Mereka tetap saudara. Bahkan ketika lampu dicabut saat aparat datang, saya meminta supaya dipasang kembali. Karena terang itu indah dan kita harus saling menghormati,” katanya dengan nada teduh.
Ia juga membantah tudingan yang menyudutkan dirinya di publik.
“Ada yang menyebarkan informasi bahwa saya menjilat ludah sendiri. Itu tidak benar. Saya pencinta kedamaian, Saya bagian dari anak bangsa yang ikut memperjuangkan reformasi, dan Saya hanya ingin kebenaran ditegakkan, sesuai hukum dan kasih Kristus,” ungkap Daniel.
Daniel berharap pemerintah dan aparat keamanan bisa mendengar suara hati jemaat.
Ia menegaskan bahwa gereja hanya ingin menunaikan haknya sesuai aturan negara dan keputusan sinode.
“Kami ingin merasakan kemerdekaan penuh sebagai jemaat. Gereja ini rumah doa, bukan arena konflik, dan Kami berharap 26 Agustus nanti mediasi benar-benar menghasilkan solusi yang adil. Jika tidak, kami siap menempuh jalur hukum,” pungkasnya.
Penulis: Andi Isnar