Sofyan Hasdam Soroti Putusan MK Soal Pemilu dan Dorong Pembukaan Moratorium DOB di Kaltim.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

Ketua Komite I DPD RI Perwakilan Kaltim Sebut Kutai Pesisir dan Samarinda Baru Masih Terjegal Restu Kepala Daerah.

SAMARINDA, literasikaltim.com — Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. dr. H. Andi Sofyan Hasdam, Sp.N, menyampaikan dua hal krusial yang tengah menjadi sorotan Komite I: polemik konstitusional akibat pemisahan jadwal pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK), serta lambannya realisasi Daerah Otonomi Baru (DOB) di Kalimantan Timur (Kaltim) karena minimnya dukungan Kepala Daerah.

Dalam konferensi pers di Samarinda, Selasa (5/8/2025), Sofyan menyampaikan kekhawatiran serius atas dampak putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.

Menurutnya, ketentuan baru ini bisa menabrak Pasal 18 UUD 1945, yang dengan tegas menyebut pemilihan kepala daerah dilakukan setiap lima tahun.

“Kalau pilkada digelar dua setengah tahun setelah pemilu nasional, otomatis masa jabatan kepala daerah bisa menjadi 7,5 tahun, dan ini jelas menyalahi prinsip dasar konstitusi,” tegasnya.

Ia tidak menampik bahwa niat MK untuk meminimalisasi kelelahan penyelenggara pemilu, adalah langkah humanis.

Namun, ia menekankan bahwa solusi teknis, tidak boleh mengorbankan kepastian hukum dan demokrasi.

Sofyan juga menyebut, perubahan jadwal pemilu bisa membuka kembali wacana pilkada dikembalikan ke DPRD, seperti era sebelum 2004.

Meski demikian, ia mengaku masih lebih berpihak pada sistem pemilu langsung.

“Kita akui pemilu langsung rawan praktik politik uang, tapi justru di situlah pengawasan harus diperkuat, dan jangan malah mundur ke belakang,” ujar mantan Wali Kota Bontang dua periode ini.

Selain menyikapi dinamika pemilu, Sofyan juga menegaskan bahwa Komite I DPD RI terus mendorong dibukanya kembali moratorium pemekaran DOB, khususnya untuk provinsi dengan wilayah luas dan akses pelayanan publik yang terbatas, seperti Kalimantan Timur.

Menurutnya, dari 188 usulan DOB yang masuk secara nasional, delapan di antaranya berasal dari Kaltim.

Namun, hanya sebagian kecil yang benar-benar siap dari sisi administrasi dan politik.

Dua daerah disebut paling potensial, yaitu Kutai Utara dan Sangkulirang.

“Kutai Utara dari segi dokumen sudah lengkap, dan Sangkulirang juga aktif bergerak, tapi belum sekuat Kutai Utara dalam konsolidasi,” kata Sofyan.

Namun, Sofyan mengungkapkan bahwa masalah terbesar dalam proses pemekaran justru ada pada sikap Kepala Daerah, yang enggan melepas wilayah potensial dari Kabupaten/Kota induk.

Ia mencontohkan Kutai Pesisir yang prosesnya mandek, karena secara terbuka ditolak oleh Bupati Kukar.

“Wilayah yang ingin mekar biasanya pusat ekonomi. Jadi kalau dilepas, PAD (Pendapatan Asli Daerah) induk bisa turun drastis, dan ini yang bikin Kepala Daerah menolak,” jelasnya.

Daftar Calon DOB di Kaltim dan Status Terkini

Berikut beberapa daerah usulan DOB di Kaltim dan situasi terkini menurut Sofyan Hasdam:

  • Kutai Utara (Muara Wahau, Busang, Batu Ampar, Muara Ancalong) → Paling siap, dokumen lengkap, didukung Pemkab dan DPRD Kutim.
  • Sangkulirang (Sandaran, Kaubun, Kaliorang) → Berpotensi, tapi dokumen dukungan belum lengkap.
  • Paser Selatan (Batu Sopang, Muara Komam) → Komunikasi dengan bupati positif, berpotensi disetujui.
  • Kutai Tengah (Kota Bangun, Kembang Janggut) → Menunggu sikap resmi Bupati Kukar.
  • Berau Pesisir Selatan (Talisayan hingga Biduk-Biduk) → Masih menunggu tanda tangan Bupati Berau.
  • Benua Raya (Muara Lawa, Bongan, Bentian Besar) → Ditolak Ketua DPRD Kukar, peluang kecil.
  • Samarinda Baru (Palaran, Loa Janan Ilir) → Sudah ditolak Wali Kota Samarinda.
  • Kutai Pesisir (wilayah pesisir Kukar) → Strategis secara ekonomi, tidak disetujui Bupati Kukar.

“Pemekaran bukan hanya soal dokumen. Harus ada political will dari Kepala Daerah, dan kalau tidak ada dukungan dari atas, aspirasi dari bawah akan sia-sia,” ujarnya.

Sofyan juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mendorong Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, untuk membuka kembali moratorium DOB secara selektif.

“Kami usulkan satu provinsi cukup dua DOB dulu, itu saja sudah memberi harapan, dan Kami tidak ingin pemekaran massal seperti dulu yang banyak menyisakan daerah belum mandiri secara fiskal,” jelasnya.

Ia menyebut bahwa, lebih dari 70 persen DOB hasil pemekaran sejak dua dekade terakhir, masih menggantungkan anggaran pusat.

“Pemekaran harus meningkatkan kualitas layanan publik, bukan justru jadi beban fiskal,” pungkasnya.

Andi Sofyan Hasdam menegaskan bahwa, peran DPD RI bukan sekadar sebagai penyambung aspirasi daerah, tetapi juga sebagai pengawas agar proses pemekaran dan demokrasi tetap berada dalam koridor hukum dan kepentingan rakyat.

“Kami bukan hanya corong, tapi juga penyaring, dan Kami akan pastikan bahwa setiap usulan dan kebijakan yang kami dorong punya pijakan kuat, baik secara konstitusi, hukum, maupun moral,” tutupnya.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *