Sengketa Tanah di Samarinda Seret Kepercayaan Publik, FAM Kaltim Desak Investigasi Hakim dan Mafia Tanah.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

Samarinda, literasikaltim.com – Sengketa tanah antara Soetiawan Halim dan Tomy Mawengkang yang melibatkan lahan di Jalan H.M. Ardans (Ring Road III) terus menjadi sorotan publik.

Kasus yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Samarinda dengan nomor perkara 84/PDT.G/2024/PN SMR ini, memicu kontroversi setelah Soetiawan Halim dinyatakan kalah dalam persidangan.

Koordinator Lapangan (Korlap) Front Aksi Mahasiswa (FAM) Kalimantan Timur (Kaltim), Nazaruddin, menilai ada sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan.

Salah satunya terkait dengan klaim Tomy Mawengkang yang menyatakan bahwa tanah yang sebelumnya terdaftar di Kelurahan Sempaja Utara kini telah menjadi bagian dari Kelurahan Air Hitam.

Berdasarkan kajian FAM Kaltim, klaim ini dibantah karena Kelurahan Sempaja Utara tidak pernah berubah menjadi Kelurahan Air Hitam, sebuah fakta yang juga dikuatkan oleh surat resmi Kelurahan Samarinda Ulu yang diterbitkan pada 3 Februari 2025.

FAM Kaltim juga menemukan kejanggalan dalam sertifikat tanah yang dipermasalahkan.

Sertifikat milik Soetiawan Halim yang terdaftar dengan nomor HM No. 4138/Kel. Air Hitam pada 15 Februari 1996 dinyatakan kalah, sementara sertifikat Tomy Mawengkang yang terdaftar pada 26 Juni 1998 justru dimenangkan, meskipun tanggal sertifikat tersebut kemudian berubah menjadi 5 Mei 2015.

FAM Kaltim menilai hal ini, bertentangan dengan prinsip hukum yang mengutamakan sertifikat yang lebih dahulu diterbitkan, sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus sertifikat ganda.

Selain itu, FAM Kaltim menilai keputusan majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jemmy Tanjung Utama, S.H., M.H., bersama hakim anggota Nur Salamah, S.H., dan Elin Pujiastuti, S.H., M.H., terkesan terburu-buru dan tidak teliti dalam memeriksa bukti-bukti.

Nazaruddin menyatakan bahwa keputusan tersebut, merugikan pihak yang kalah dan mencurigai adanya kelalaian dalam memutuskan perkara ini.

Sebagai respons terhadap dugaan kelalaian hakim dan kemungkinan keterlibatan mafia tanah, FAM Kaltim mendesak agar Komisi Yudisial segera memanggil dan memeriksa para hakim yang menangani perkara ini.

FAM Kaltim juga meminta Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, untuk menyelidiki dugaan praktik mafia tanah dan mafia peradilan yang mungkin terlibat.

“Aksi damai akan kami gelar di Kantor Komisi Yudisial dan di Pengadilan Negeri ini, untuk mendesak pihak berwenang bertindak tegas,” kata Nazaruddin, usai melaksanakan kegiatan demo aksi damai tersebut, Kamis (27/2/2025).

Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) Penghubung Wilayah Kaltim menyatakan siap menerima laporan dan melakukan pemantauan terhadap dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam perkara ini.

Abdul Ghofur, Asisten Bidang Pemantauan Persidangan KY Kaltim, menyambut baik aksi mahasiswa dan memastikan bahwa setiap laporan akan diproses dengan analisis mendalam.

Foto: Asisten Bidang Pemantauan Persidangan Komisi Yudisial Provinsi Kaltim.

“Proses pemeriksaan hingga pemanggilan hakim yang diduga melanggar kode etik dapat memakan waktu hingga 60 hari,” ungkap Abdul Ghofur, saat di wawancarai awak media.

Sedangkan pihak Pengadilan Negeri tidak muncul, di saat aksi demo damai ini berjalan, sehingga menambah praduga yang menyudutkan bahwa Hakim tersebut terlibat dalam kasus mafia.

Di tempat terpisah, Soetiawan Halim menduga hakim telah memanipulasi tanggal sertifikat tanah milik Tomy Mawengkang, serta melakukan perubahan terkait Kelurahan Air Hitam yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Foto: Soetiawan Halim (baju putih, sebelah kanan), di dampingi Korlap FAM Kaltim Nazaruddin menunjukkan salah satu bukti kuat adanya kejanggalan putusan tersebut, dihadapan awak media, Kamis (27/2/2025).

Ia juga menilai bahwa hakim sengaja tidak memeriksa bukti-bukti yang mendukung klaimnya, termasuk peta sentuh tanah dan kesimpulan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Soetiawan Halim menambahkan bahwa dirinya telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Samarinda, namun hingga kini belum menerima balasan atas upaya hukum tersebut.

Kasus ini semakin memanas dan mendapatkan perhatian luas dari masyarakat, yang mengharapkan agar penegak hukum di Kaltim dapat bekerja lebih transparan dan profesional dalam menangani sengketa tanah.

FAM Kaltim berharap, proses hukum yang adil dapat terwujud serta memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik mafia tanah dan mafia peradilan.

Hingga berita ini di tayangkan, pihak Pengadilan Negeri (Hakim) belum memberikan keterangan secara resminya.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *