Rugikan Negara Rp5,04 Triliun, Aktivis Kaltim Rencanakan Aksi Demo di Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Kaltim.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

“Tuntut Pemerintah Ambil Alih STS dari PT PTB dan Transparansi Kasus PT PTB”.

SAMARINDA, literasikaltim.com — Isu dugaan korupsi dalam pengelolaan Terminal Ship to Ship (STS) oleh PT PTB kembali mencuat setelah digelarnya forum diskusi terbuka oleh sejumlah aktivis, tokoh pemuda, dan masyarakat Kalimantan Timur, Senin (26/5/2025) malam.

Kegiatan tersebut berlangsung di cafe Belgia Jalan Basuki Rahmat, sebagai bentuk kepedulian terhadap potensi kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp5,04 triliun akibat aktivitas pelabuhan ilegal di wilayah Muara Berau dan Muara Jawa.

Dalam diskusi tersebut, para peserta menyampaikan keprihatinan mereka terhadap aktivitas PT PTB yang diduga beroperasi tanpa dasar hukum yang jelas dan melanggar sejumlah regulasi perundang-undangan.

Masalah ini dianggap mencerminkan lemahnya pengawasan negara, terhadap pemanfaatan sumber daya alam di daerah.

Moderator diskusi, Andi Andis Muhris, menyoroti besarnya potensi pembangunan yang dapat dilakukan dengan dana senilai Rp5 triliun.

Ia memberikan gambaran konkret, bahwa anggaran sebesar itu setara dengan ratusan sekolah, puluhan rumah sakit, ribuan unit irigasi, atau bantuan kapal nelayan yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat Kaltim.

“Bayangkan jika dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan. Ini soal hak rakyat yang terampas,” kata Andis.

Forum ini juga, menjadi wadah konsolidasi bagi para aktivis untuk menyuarakan tuntutan agar pengelolaan pelabuhan strategis diambil alih oleh pemerintah daerah melalui badan usaha milik daerah (Perusda).

Ketua Forum Komunikasi Pemuda Kaltim, Adam Wijaya, menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyusun langkah lanjutan dalam bentuk aksi dan advokasi publik.

“Kami ingin, kegiatan ini menjadi pintu masuk bagi gerakan rakyat yang lebih luas. Mengapa bukan Perusda yang mengelola pelabuhan? Ini soal keberpihakan pada ekonomi daerah,” tegasnya.

Senada dengan itu, aktivis muda Edi Kepet mengumumkan rencana untuk menggelar aksi demonstrasi di Kantor Gubernur dan DPRD Kaltim dalam waktu dekat.

Ia menyerukan agar Pemerintah Provinsi Kaltim bersikap tegas, dan mengambil alih pengelolaan STS dari tangan swasta.

“Kami tidak akan tinggal diam. Ini persoalan kedaulatan ekonomi daerah,” ujarnya.

Sementara itu, mahasiswa yang juga aktivis pergerakan, Nhazaruddin, menyatakan bahwa persoalan ini tidak hanya soal uang, tapi juga soal keterbukaan informasi publik.

Ia menyayangkan minimnya transparansi dari pemerintah maupun instansi terkait, mengenai legalitas operasi PT PTB.

“Kami mendesak agar pemerintah membuka semua dokumen izin dan laporan kegiatan PT PTB. Kalau tidak ada, berarti memang ada pelanggaran serius,” ucapnya.

“Dan selaku perwakilan, Kami siap gelar aksi, agar Pemerintah bisa segera melakukan tindakan yang tegas dan tepat,” serunya.

Dukungan juga datang dari Supardi Batz, calon Ketua DPD KNPI Kaltim, yang mendorong konsolidasi pemuda untuk ikut menyuarakan isu-isu strategis daerah secara kolektif dan damai.

Ia mengajak generasi muda, untuk menyatukan barisan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

“Pemuda harus berani bicara, dan Kita ingin perubahan yang nyata, tapi tetap tertib dan solutif,” katanya.

Dalam kegiatan diskusi tersebut, Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, turut hadir dan menyampaikan analisisnya terhadap kelemahan sistem pengawasan negara dalam kasus ini.

Ia menduga angka kerugian negara bisa lebih besar dari yang diperkirakan dan bahkan mencurigai adanya keterlibatan oknum aparat.

“Kerugian ini sangat besar dan merugikan banyak pihak. Kami mendesak KPK, Kejaksaan, dan BPKP segera turun ke lapangan untuk investigasi,” tutur Buyung.

Dugaan korupsi yang melibatkan PT PTB mengemuka setelah diketahui perusahaan tersebut, menjalankan operasi bongkar muat di wilayah perairan Muara Berau dan Muara Jawa tanpa adanya penetapan wilayah pelabuhan oleh Kementerian Perhubungan.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 48 Tahun 2021, penetapan wilayah konsesi dan sinkronisasi dengan tata ruang daerah, merupakan syarat mutlak operasional pelabuhan.

Selain itu, sesuai Permenhub Nomor 59 Tahun 2021 juga mewajibkan pelaporan kegiatan usaha jasa kepelabuhanan kepada Gubernur dan otoritas pelabuhan setempat.

Sayangnya, tidak ada jejak dokumentasi yang menunjukkan bahwa prosedur ini telah dijalankan dalam pengelolaan Terminal STS oleh PT PTB di wilayah tersebut, sehingga memunculkan indikasi kuat pelanggaran administratif dan hukum.

Surat Menteri Perhubungan tertanggal 24 Juli 2023 mengungkap bahwa PT PTB menarik tarif bongkar muat sebesar USD 1,97 per metrik ton dari eksportir batu bara dengan dalih penggunaan floating crane.

Dari jumlah tersebut, USD 0,8 diduga masuk langsung ke rekening perusahaan tanpa dasar hukum, bahkan setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan Surat Menteri Perhubungan tersebut melalui putusan Nomor 377/B/2024/PT.TUN.JKT tanggal 18 September 2024.

Putusan ini, memperkuat argumen bahwa seluruh aktivitas PT PTB di lokasi itu berada di luar koridor hukum.

Forum diskusi tersebut menjadi momentum penting dalam membangun kesadaran kolektif warga Kalimantan Timur, untuk menuntut transparansi, akuntabilitas, dan pemulihan hak-hak ekonomi daerah yang selama ini dinilai terabaikan.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *