Arianto: Keterlambatan Proyek Jalan di Kutim Dinilai Berpotensi Langgar Hukum.
Kutai Timur, literasikaltim.com – Harapan masyarakat pedesaan akan perbaikan infrastruktur kembali pupus, pasalnya proyek peningkatan Jalan Tanjung Manis–Susuk di Kabupaten Kutai Timur, yang menelan anggaran hingga Rp58 miliar, hingga kini belum menunjukkan kemajuan berarti.
Proyek yang seharusnya menghubungkan Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Sandaran itu belum rampung, meski kontrak kerja telah diteken dengan PT Delta Batarajaya Jasa Konstruksi dan tahun anggaran 2023–2024 sudah berjalan, dan waktu pelaksanaan proyek ditetapkan selama 441 hari kalender.
Namun, kondisi jalan saat ini masih memprihatinkan. “Jalan masih becek, berlubang, dan sangat sulit dilalui kendaraan. Apa artinya pembangunan kalau kami tetap terisolasi?” kata Rizal, pemuda Desa Susuk Luar yang tergabung dalam organisasi Pemuda Pelosok.id, Senin (6/5/2025).
Pemuda Pelosok.id menilai lambannya pelaksanaan proyek tak hanya menunjukkan kelalaian administrasi, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.
Mereka merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjamin hak masyarakat atas informasi mengenai anggaran dan progres proyek publik.
Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan agar pemerintah daerah menyediakan pelayanan dasar, termasuk infrastruktur jalan, secara efisien dan tepat waktu.
Bahkan, proyek ini dikhawatirkan melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apabila ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran atau ketidaksesuaian spesifikasi dalam pengadaan.

“Kami akan mengawal proyek ini. Jika perlu, Kami akan laporkan ke Kejaksaan Tinggi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Jangan biarkan desa kami terus jadi korban pembangunan yang hanya berhenti di spanduk,” tegas Arianto, inisiator Pemuda Pelosok.id.
Ia menambahkan, keterlambatan proyek yang merugikan masyarakat bisa dikategorikan sebagai wanprestasi atau kelalaian, yang dapat diproses secara hukum perdata maupun pidana.

Pemuda Pelosok.id juga mendesak DPRD Kutai Timur untuk menjalankan fungsi pengawasan secara aktif dan memanggil Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) guna memberikan penjelasan terbuka kepada publik.
“Pembangunan bukan sekadar angka-angka di papan proyek. Ini soal hak rakyat untuk hidup layak—untuk bisa sekolah tanpa harus menantang maut di jalan rusak, mengakses pasar, layanan kesehatan, dan masa depan,” pungkas Arianto.
Penulis: Andi Isnar