Diskominfo Kutim

Polda Kaltim Bongkar Rekayasa Pengadaan RPU Kutim: Tiga Tersangka dan Kerugian Rp10,8 Miliar.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

Loading

BALIKPAPAN, literasikaltim.com — Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Timur kembali mengungkap praktik dugaan korupsi dalam proyek strategis daerah. Kali ini, penyidik menetapkan tiga tersangka dalam kasus pengadaan Rice Processing Unit (RPU) Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Kutai Timur Tahun Anggaran 2024.

Ketiganya ialah GP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), DJ sebagai PPTK, dan BR yang bertindak sebagai penyedia.

Pengungkapan kasus ini dipaparkan Direktur Reskrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas bersama Kasubdit Tipikor AKBP Kadek Adi Budi Astawa dan Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yuliyanto dalam keterangan resminya, Rabu (3/12/2025).

Di hadapan awak media, Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas menjelaskan bahwa penyidikan dilakukan secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan terhadap 37 saksi dari berbagai latar belakang serta lima ahli.

Hasil pendalaman menunjukkan adanya rangkaian rekayasa, dalam proses pengadaan yang semestinya diperuntukkan meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Kutai Timur.

“Subdit Tipidkor berhasil mengungkap penyimpangan dalam proses pengadaan mesin RPU, yang seharusnya mendukung ketahanan pangan Kutai Timur,” kata Bambang.

Sebelumnya, kasus ini mulai terbuka ketika Tim Ditreskrimsus melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Kutai Timur pada Kamis (23/10/2025).

Dari lokasi itu, penyidik menemukan sejumlah dokumen penting dan perangkat elektronik, yang diduga menjadi bagian dari upaya manipulasi anggaran.

Kronologi: Dari Penyusunan Dokumen Fiktif hingga Barang yang Belum Dipasang.

Penyidik mengungkapkan bahwa dugaan korupsi ini bermula pada Maret 2024. GP dan DJ melakukan kunjungan bersama BR serta LN dari PT SIA ke sebuah koperasi.

Dari pertemuan tersebut, BR mulai menyusun rancangan mesin RPU berkapasitas 2–3 ton per jam beserta fasilitas pengering.

Masuk April 2024, DJ memberi tahu LN bahwa anggaran sekitar Rp25 miliar telah disiapkan.

PT SIA kemudian menyusun laporan survei dan standar satuan harga (SSH) senilai Rp24,99 miliar yang langsung ditandatangani DJ, tanpa adanya survei lapangan yang benar-benar dilakukan.

Pada 14 Mei 2024, BR meminta LN mengunggah 18 item komponen RPU ke dalam e-katalog.

Di waktu yang sama, DJ meminta dokumen pembanding harga dari beberapa perusahaan lain, namun penyidik menemukan adanya arahan BR agar nilai pembanding dibuat mendekati Rp25 miliar.

Tidak hanya itu, rangkaian perjalanan dinas ke luar negeri pada akhir Juni dan awal Juli 2024, yang diklaim sebagai kunjungan ke pabrik mesin RPU, juga disorot penyidik sebagai bagian dari dugaan rekayasa.

Pada Agustus 2024, BR memesan item pendukung senilai Rp2,13 miliar dan bekerja sama dengan penyedia lokal, untuk pembuatan komponen tambahan berikut pemberian uang muka.

Parahnya lagi, GP menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) hanya dengan menyalin dokumen anggaran sebelumnya tanpa mencantumkan standar teknis seperti SNI, TKDN, PDN, ataupun ketentuan garansi.

Dokumen pemeriksaan pekerjaan kemudian ditandatangani DJ pada 3 Desember 2024, dengan menyatakan bahwa pekerjaan telah selesai 100 persen.

Namun hasil pengecekan lapangan, menunjukkan seluruh barang masih dalam peti dan belum terpasang di lokasi.

Peran Tersangka: Kolaborasi Lengkap dalam Pengaturan Proyek.

GP (PPK)
– Mengarahkan proyek kepada penyedia tertentu.
– Menyusun spesifikasi teknis tanpa survei lapangan.
– Menyusun dokumen pengadaan tidak sesuai standar.
– Menerima dan menyetujui pekerjaan penuh walaupun barang belum dipasang.

DJ (PPTK)
– Menandatangani dokumen survei harga yang tidak pernah dilakukan.
– Menyusun dokumen pengadaan berbasis data dari penyedia.
– Mengesahkan administrasi pembayaran meskipun pekerjaan belum rampung.

BR (Penyedia)
– Menyiapkan dokumen teknis sejak awal untuk mengunci spesifikasi.
– Membuat tautan e-katalog dan screenshot produk sebagai lampiran resmi.
– Mengirim barang yang diduga tidak sesuai ketentuan dokumen pengadaan.

Dalam konferensi pers tersebut, penyidik turut menghadirkan barang bukti berupa sembilan unit ponsel, dua komputer, sejumlah dokumen pengadaan, serta uang tunai Rp7 miliar yang disebut sebagai bagian dari penyelamatan kerugian negara.

Dari hasil penyidikan sementara, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10,8 miliar.

Angka tersebut muncul dari lonjakan nilai proyek yang awalnya hanya Rp20 miliar menjadi Rp24,9 miliar tanpa dasar yang jelas.

Para tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Hukuman yang mengancam mulai dari minimal 4 tahun penjara, hingga maksimal seumur hidup.

Bambang menegaskan bahwa pengungkapan tiga tersangka ini, bukan akhir dari proses hukum.

Polda Kaltim masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik dari unsur pemerintah maupun perusahaan yang terlibat dalam pengadaan.

“Masih ada sejumlah pihak yang sedang diperiksa. Kami akan buka hasilnya ketika seluruh prosesnya sudah tuntas,” ujarnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yuliyanto memastikan bahwa penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan sebagai bentuk komitmen menjaga integritas anggaran negara.

“Penyidik terus bekerja secara profesional dan transparan. Semua yang terlibat akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya.

REDAKSI.

Sumber: Humas Polda Kaltim.

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *