Pemerintah Perlu Dongkrak Investasi untuk Atasi Terbatasnya Anggaran Transisi Energi.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

JAKARTA, literasikaltim.com – Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014.

Meski demikian, laporan Capaian Sektor ESDM 2024 menunjukkan bahwa target tersebut kemungkinan besar tidak tercapai.

Hal ini, tercermin dari realisasi investasi di sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE), yang hanya mencapai USD 1,8 miliar dari target USD 2,6 miliar pada tahun 2024.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebutkan bahwa, iklim investasi yang buruk menjadi penyebab utama ketidak tercapainya target investasi energi terbarukan.

Menurut IESR, faktor struktural seperti struktur industri kelistrikan, kebijakan dan regulasi yang kurang memadai, serta preferensi terhadap batubara melalui kebijakan domestic market obligation (DMO), turut menghambat perkembangan sektor energi terbarukan.

Perbaikan Iklim Investasi Diperlukan

Untuk mengatasi kendala tersebut, IESR mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki iklim investasi energi terbarukan.

Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas kebijakan dan regulasi, mereformasi kebijakan DMO batubara, serta menyederhanakan proses perizinan dan menyediakan insentif fiskal guna meningkatkan bankability proyek energi terbarukan.

Selain itu, IESR juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam laporan capaian sektor ESDM, dengan mencantumkan data yang lebih detail, termasuk capaian bauran energi terbarukan 2024.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan bahwa capaian bauran energi terbarukan Indonesia pada 2024 hanya mencapai 14,1 persen, meningkat sedikit dari 13,9 persen di tahun 2023, padahal target untuk 2024 adalah 19,5 persen.

Ia menambahkan bahwa meski pemerintah berencana menggeser target bauran energi terbarukan 23 persen ke tahun 2030, pemerintah harus tetap berupaya meningkatkan kontribusi energi terbarukan pada tahun ini.

Kemitraan Internasional Diharapkan Dapat Membantu

Fabby juga menekankan pentingnya kemitraan internasional, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), untuk membiayai proyek energi terbarukan strategis di Indonesia.

Komitmen pendanaan dari negara-negara anggota IPG dan GFANZ perlu dimobilisasi untuk menarik investasi yang lebih besar.

Meskipun demikian, Fabby mengungkapkan bahwa pencairan pendanaan JETP masih terkesan lambat, karena pemerintah belum cukup cepat menyiapkan usulan proyek yang bankable dan mereformasi kebijakan, yang menghambat pengembangan energi terbarukan.

“Pemerintah harus mengoptimalkan investasi swasta dan publik untuk energi terbarukan, terutama untuk proyek-proyek PLTS skala utilitas, serta investasi PLTS atap oleh konsumen industri dan rumah tangga yang tidak membutuhkan subsidi pemerintah,” ujar Fabby melalui keterangan tertulis ke media ini, Jum’at (14/2/2025).

Proses Pensiun PLTU dan Pengurangan Produksi Batubara

Fabby juga mengapresiasi langkah pemerintah yang berupaya untuk mengganti PLTU Cirebon dengan PLTS dan PLTB, namun menyoroti bahwa proses pensiun PLTU Cirebon yang sudah dimulai sejak 2022 belum mencapai keputusan akhir.

“Proses pensiun dini PLTU Cirebon I harus dijadikan referensi penting, untuk pensiun PLTU lainnya yang lebih menguntungkan secara teknis dan ekonomis,” tambah Fabby.

Di sisi lain, IESR mendorong pemerintah untuk merencanakan pembatasan produksi batubara yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Produksi batubara nasional pada 2024 diperkirakan mencapai 836 juta ton, melebihi target yang ditetapkan sebesar 710 juta ton.

Menurut IESR, meningkatnya produksi batubara justru menjadi indikasi melemahnya komitmen Indonesia terhadap transisi energi.

Sinergi Antar Kementerian Diperlukan

Untuk mencapai target transisi energi yang lebih ambisius, Fabby menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian ESDM, Kementerian Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Bappenas, serta Kementerian Luar Negeri dalam menciptakan kebijakan yang lebih harmonis dan menarik bagi investor energi terbarukan.

IESR berharap pemerintah dapat segera mengatasi berbagai tantangan ini dan memaksimalkan peluang investasi, untuk mempercepat transisi energi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *