Optimalisasi Aturan TKDN: Dorong Pertumbuhan Industri PLTS Lokal.

JAKARTA, literasikaltim.com – Pemerintah Indonesia baru-baru ini memperbarui dua peraturan penting terkait Tingkat Kandungan komponen Dalam Negeri (TKDN) guna mendorong pertumbuhan industri Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) lokal.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 11/2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang memberikan relaksasi TKDN khusus untuk PLTS.

Relaksasi ini, berlaku jika proyek PLTS menandatangani Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) paling lambat 31 Desember 2024 dan mulai beroperasi secara komersial paling lambat 30 Juni 2026.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 34/2024 mengenai Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN untuk Modul Surya.

Aturan ini, tidak menetapkan batasan minimal TKDN untuk modul surya, namun menghitung komponen lokal meliputi bahan, tenaga kerja, dan biaya produksi di dalam negeri.

Fabby Tumiwa selaku Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam acara Pojok Energi pada Senin (19/8/2024), menjelaskan bahwa kedua peraturan ini bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan proyek PLTS yang selama ini terkendala dan menarik investasi.

“Permenperin No. 34/2024 hanya menganjurkan penggunaan komponen lokal untuk memperoleh nilai TKDN lebih tinggi, sedangkan Permen ESDM No. 11/2024 mencakup regulasi lebih luas untuk seluruh infrastruktur ketenagalistrikan energi terbarukan,” jelas Fabby.

Analisis IESR mengungkapkan beberapa langkah untuk meningkatkan daya saing industri PLTS lokal, antara lain: pemberian insentif fiskal dan non-fiskal, kerjasama dengan produsen global untuk transfer teknologi, serta kepastian regulasi dan pasar domestik.

Menurut draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024, kontribusi energi surya dalam bauran energi nasional diproyeksikan mencapai 13 persen pada tahun 2060.

Kapasitas energi terbarukan diperkirakan akan mencapai 14 GW pada tahun 2030 dan meningkat hingga 134 GW pada tahun 2060, menandakan kebutuhan pemasangan PLTS sekitar 2 GW per tahun.

Fabby menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam menciptakan permintaan stabil dan signifikan untuk produk lokal serta konsistensi dalam kebijakan dan dukungan riset.

“Penguatan industri lokal memerlukan kebijakan yang konsisten dan dukungan riset serta pengembangan teknologi energi terbarukan,” ucapnya.

“Pemerintah perlu memastikan implementasi aturan ini tidak hanya untuk target jangka pendek tetapi juga untuk pertumbuhan industri energi terbarukan yang berkelanjutan,” tegas Fabby.

Tentang Institute for Essential Services Reform (IESR).

IESR adalah organisasi think tank yang mempromosikan kebutuhan energi Indonesia dengan prinsip keadilan dan kelestarian ekologis.

IESR terlibat dalam analisis, penelitian, advokasi kebijakan publik, dan kolaborasi dengan berbagai organisasi untuk pemenuhan kebutuhan energi yang berkelanjutan.

Penulis: Andi Isnar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *