Sandri Armand: Desak Mabes Polri Investigasi Kasus Pengambilan Lahan Petani oleh PT. SPC.
Kutai Kartanegara, literasikaltim – PT. Sekumpul Putra Cahaya (SPC) dilaporkan ke Mabes Polri yang telah mengambil alih lahan pertanian milik masyarakat di kawasan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), tanpa izin dari pihak petani setempat.
Tindakan ini, menyebabkan kerusakan pada tanaman dan kerugian besar bagi Kelompok Tani Gotong Royong yang menggantungkan hidup mereka pada lahan tersebut.
Selain itu, kawasan milik Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) yang juga terletak di area yang sama turut terdampak akibat aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut.

Keterangan yang diperoleh menyebutkan bahwa lokasi pertambangan yang diambil alih oleh PT. SPC berada jauh dari wilayah yang dikelola oleh PT Globalindo Inti Energi, yang menurut peta dan dokumen lahan tidak memiliki hak atas kawasan tersebut.
Meskipun demikian, ada dugaan bahwa PT. Globalindo justru mendorong PT. SPC, untuk melakukan aktivitas pertambangan di luar batas wilayah yang ditetapkan.

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Suara Arus Bawah (SAB), Sandri Armand, menegaskan bahwa pengambilan lahan tersebut telah merugikan masyarakat setempat, khususnya para petani.
“Kami sangat menyayangkan tindakan sepihak yang dilakukan oleh PT. SPC,” ucap Sandri Armand ke media ini melalui telepon selulernya, Selasa (11/2/2025) malam.
“Lahan yang dikuasai mereka adalah sumber kehidupan bagi petani di Muara Jawa, dan kini masyarakat harus menanggung kerugian, akibat kerusakan tanam tumbuh yang mereka alami,” ujarnya.
Ketua LSM SAB Sandri Armand mengatakan bahwa belum lama ini juga, telah adanya pertemuan dari pihak Kelompok Tani Gotong Royong selaku pemilik lahan dengan pihak PT SPC, namun tidak menemukan titik terang untuk mengganti lahannya yang telhbdi rusak akibat tambang ilegal ini.
“Di pertemuan tersebut, pihak PT. SPC diwakili Humas H. Jumawal berkelit dan menyatakan bahwa perusahaan sudah membayar, akan tetapi faktanya pihak Kelompok Tani Gotong Royong tidak pernah menerima sepeserpun yang dimaksud pihak humas tersebut,” terangnya.
“Disela pertemuan Kami juga menyatakan legalitas perusahaan, dan H. Jumawal mengakui tanpa legalitas (ilegal), tentunya ini juga merugikan negara selain merusak infrastruktur perusahaan milik negara yakni PHSS,” ungkap Sandri Armand.

Menurut Sandri Armand, selain merusak tanaman, aktivitas pertambangan yang dilakukan di lahan tersebut berpotensi merusak ekosistem pertanian, dan memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar.
“Banyak petani yang kini kehilangan mata pencaharian mereka, karena tanah yang selama ini mereka kelola, telah dialihfungsikan tanpa pemberitahuan atau izin sebelumnya,” jelasnya.
“Keadaan ini, semakin memperburuk kondisi masyarakat yang bergantung pada hasil pertanian,” lanjutnya.
LSM Suara Arus Bawah meminta agar pihak berwenang segera melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. SPC.
Sandri Armand juga mendesak agar Mabes Polri segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini, dan memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang dirugikan.
“Kami meminta agar pihak berwenang tidak tinggal diam,” katanya.
“Dan, masyarakat kecil harus mendapatkan perhatian yang layak dari penegak hukum,” tambahnya.

Terkait hal ini, masyarakat setempat berharap ada tindakan tegas dari Pemerintah dan aparat hukum, untuk mengembalikan hak-hak mereka, atas lahan yang telah dikuasai secara sepihak oleh perusahaan.
Mereka juga, menginginkan agar ada keadilan bagi para petani yang selama ini, bergantung pada hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Penulis: Tim Redaksi
Sumber Data: LSM SAB