Kuasa Hukum Angga Saputra: Putusan PN Samarinda Tegaskan Klien Bukan Pelaku Tambang Ilegal.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

SAMARINDA, literasikaltim.com – Polemik penangkapan atas kegiatan tambang ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda terus bergulir, dan saat ini sudah di tingkat pengadilan negeri Samarinda.

Dan berdasarkan hasil putusan pengadilan tersebut, telah membatalkan tersangka yang berinisial D dan E.

Dalam kesempatan ini, Kuasa hukum dua warga berinisial D dan E, Angga D. Saputra, S.H., M.H., menyampaikan tanggapannya usai Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan kliennya. Konferensi pers digelar di Hayyuk Steak, Jalan M. Yamin, Samarinda, Sabtu (13/9/2025) sore, melalui Zoom Meeting bersama sejumlah awak media.

Angga menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap D dan E oleh Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Kalimantan tidak sah dan batal demi hukum.

Putusan itu dibacakan hakim tunggal praperadilan PN Samarinda, Jemmy Tanjung Utama, S.H., M.H., pada Selasa (2/9/2025) dengan nomor perkara 6/Pid.Pra/2025/PN.Smr untuk D dan 7/Pid.Pra/2025/PN.Smr untuk E.

Angga mengungkapkan, kliennya awalnya diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Gakkum pada 19 Juli 2025.

Namun, hanya berselang sekitar 20 menit, keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses pemeriksaan yang lengkap.

“Ini penetapan yang tergesa-gesa dan tidak sesuai prosedur. Bahkan bukti dan saksi yang relevan di lapangan tidak pernah diperiksa oleh Gakkum. Hal ini jelas menyalahi aturan,” ujar Angga dalam konferensi pers.

Ia menambahkan, PN Samarinda menilai penetapan tersebut cacat hukum karena tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang sah, sebagaimana diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015.

Dalam amar putusannya, PN Samarinda menyatakan penetapan tersangka oleh Gakkum KLHK batal demi hukum, memerintahkan penghentian penyidikan, dan memulihkan hak hukum D dan E.

“Hakim menolak seluruh eksepsi Termohon dan mengabulkan permohonan Pemohon. Segala tindakan penyidikan dinyatakan tidak sah,” tegas Angga mengutip putusan hakim.

Kasus ini berawal dari video viral aktivitas pertambangan di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman pada April 2025.

Video tersebut, memunculkan dua jalur penyidikan: oleh Gakkum KLHK Kalimantan dan Ditreskrimsus Polda Kaltim.

Menurut Angga, penyidikan yang dilakukan Polda Kaltim lebih sesuai prosedur karena melibatkan pemeriksaan saksi, penyitaan alat berat, dan penetapan tersangka lain yang relevan.

“Putusan praperadilan ini mempertegas bahwa klien Kami bukan pelaku. Justru Polda Kaltim yang berhasil mengungkap tersangka sebenarnya,” jelasnya.

Angga juga menyayangkan adanya pihak-pihak, termasuk akademisi dan pejabat publik, yang mencoba menggiring opini bahwa putusan PN Samarinda tidak sah. Ia menegaskan hal itu berpotensi mencemarkan nama baik kliennya.

“Kami mengingatkan semua pihak untuk menghargai putusan pengadilan. Jika fitnah ini terus digaungkan, Kami tidak segan mengambil langkah hukum, baik pidana maupun perdata,” tegas Angga.

Selain aspek hukum, Angga turut menyinggung kondisi kliennya, terutama D yang disebut mengalami tekanan psikis setelah ditahan.

“Klien Kami seorang ibu rumah tangga yang juga sedang menghadapi masalah rumah tangga, dengan penetapan tersangka secara tiba-tiba memberi pukulan mental yang berat,” ujarnya.

Menutup keterangannya, Angga berharap putusan ini menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum agar lebih profesional.

“Kami mendukung penuh penyidikan yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Kaltim, dan publik berhak mendapatkan keadilan, dan aparat harus bekerja berdasarkan fakta hukum, bukan asumsi,” pungkasnya.

Penulis: Rizky
Editor: Masronaliansyah S.Pd

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *