Habib Adi: Manager dan Humas PT Delta Ayu dan Penyidik Polairud Sudah Lihat Kerusakan, Tapi Tak Ada Tindak Lanjut.
SAMARINDA, literasikaltim.com — Dampak insiden kecelakaan laut yang melibatkan kapal KM Berkat Shinta dengan kapal tongkang milik PT Delta Ayu terus meluas.
Tak hanya merugikan secara materiil sang pemilik kapal, Muhammad Musliadi alias Habib Adi, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup lembaga pendidikan berbasis pesantren yang selama ini bergantung pada pendapatan usaha tersebut.

Pondok Pesantren Al-Khair di Martapura, Kalimantan Selatan, menjadi salah satu pihak yang turut terkena imbas.
Seluruh operasional pesantren, mulai dari kebutuhan hidup para santri hingga honor para tenaga pengajar, selama ini disuplai dari laba usaha angkutan pasir yang dijalankan KM Berkat Shinta.
“Selama kapal beroperasi, semua kebutuhan pokok pesantren bisa terpenuhi dengan lancar. Tapi sekarang, sejak kapal rusak, Kami tak punya pemasukan sama sekali,” ujar Habib Adi, Kamis (24/4/2025).
Saat ini, Ponpes Al-Khair menaungi sekitar 470 santri yang menetap di asrama.
Ketiadaan dana operasional menyebabkan distribusi logistik harian terhambat, dan menimbulkan kekhawatiran akan keberlangsungan pendidikan dan kehidupan para santri di pesantren tersebut.
Lebih dari itu, sebanyak 17 tenaga pengajar yang mengabdikan diri di ponpes tersebut belum menerima gaji secara rutin sejak terjadinya insiden pada awal Januari lalu.
Meskipun pihak pesantren telah menjelaskan kondisi keuangan terkini kepada para guru, ketidakpastian tetap menjadi kekhawatiran bersama.
“Para guru bisa memahami kondisi ini, tapi Kami juga sadar bahwa mereka punya keluarga dan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan situasi ini sangat memprihatinkan,” tambah Habib Adi.
Ia menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar persoalan pribadi atau bisnis semata, namun telah berdampak sosial secara luas, khususnya terhadap dunia pendidikan yang selama ini menjadi bagian dari pengabdian sosialnya.
Menurut Habib Adi, total kerugian yang ditanggung akibat peristiwa ini mencapai Rp 1,6 miliar, mencakup biaya perbaikan kapal, sanksi dari kontrak usaha yang batal, serta gaji dan operasional pesantren.

Habib Adi menegaskan bahwa dalam perhitungan perbaikan kapal serta kerugian lainnya sudah di saksikan oleh pihak Manager PT Delta Ayu Toni di dampingi Humas H. Syahrie Ja’ang (mantan Walikota Samarinda) serta Penyidik Polairud Ipda Agus Fahrur Rozi, namun hingga sekarang tidak ada kejelasan pertanggung jawaban dari perusahaan tersebut.
Dirinya berharap agar PT Delta Ayu menunjukkan itikad baik dengan segera memberikan kejelasan atas tanggung jawabnya.
Ia menekankan bahwa tuntutan yang diajukan bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap banyak pihak yang terdampak.
“Kami hanya menuntut keadilan yang wajar. Kerugian ini nyata, dan banyak orang yang menggantungkan hidup dari usaha ini,” tandasnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT Delta Ayu mengenai klaim kerugian dan permintaan penyelesaian dari pihak Habib Adi.
Penulis: Andi Isnar