DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi
Viktor Yuan: Kapolres Kukar Bukan KPU, Tidak Punya Hak Bicara Soal PAW Senator serta Polisi Harus Mengayomi, Bukan Mengancam.
SAMARINDA, literasikaltim.com – Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur, Viktor Yuan, SH, menyampaikan sikap tegas atas dugaan intimidasi yang dilakukan Kapolres Kutai Kartanegara (Kukar), AKBP Dody Surya Putra, terhadap anggota DPD RI asal Kaltim, Yulianus Henock Sumual.
Ia menegaskan, sikap dan ucapan seorang aparat penegak hukum tidak sepatutnya keluar dari koridor pengayoman, apalagi sampai menyinggung isu politik berupa ancaman pergantian antar waktu (PAW) kepada seorang senator.
Menurut Viktor, polemik bermula ketika Senator Yulianus mempertanyakan status pemanggilan masyarakat adat di lingkar HGU PT Budi Duta Agro (BDAM), perusahaan perkebunan yang selama ini kerap bersengketa dengan warga setempat.
Konflik ini, kata Viktor, sudah lama ditangani melalui tim verifikasi lahan, namun hingga kini belum tuntas.
“Masyarakat mempertahankan lahan dan tanaman mereka dari upaya penggusuran perusahaan. Justru mereka yang dipanggil polisi, sementara laporan terhadap perusahaan tidak jelas tindak lanjutnya. Itu yang ditanyakan Pak Yulianus, tapi komunikasi dengan Kapolres berujung pada ucapan yang tidak pantas,”ungkap Viktor, Selasa (19/8/2025) sore.
Ia menilai wajar jika seorang senator bertanya soal perlindungan masyarakat. Namun, jawaban yang keluar dari Kapolres, menurut Viktor, justru tidak mencerminkan peran seorang pengayom.
Viktor mengaku mendapat laporan dari Yulianus terkait adanya kata-kata “PAW kau” dalam komunikasi via WhatsApp dari Kapolres Kukar.
Menurutnya, hal itu tidak bisa dibenarkan karena seorang Kapolres bukanlah pejabat politik, tidak memiliki kewenangan menentukan nasib seorang senator, apalagi sampai menyinggung pergantian antar waktu.
“Itu ancaman kosong. Kapolres bukan kepala partai, bukan KPU, bukan lembaga politik. Mengucapkan itu jelas konyol dan keluar dari perannya sebagai pengayom. Sangat saya sesalkan,”tegas Viktor.
Viktor mengakui, reaksi masyarakat adat Dayak terhadap isu ini sangat keras, dan banyak yang tersinggung dan marah karena merasa aparat negara telah melampaui batas.
DAD Kaltim, kata dia, terus melakukan konsolidasi untuk meredam emosi warga agar tidak berujung pada gejolak sosial.
“Saya tahu betul masyarakat adat sangat tersinggung. Mereka sangat emosional. Tapi kami minta tetap tenang,” katanya.
“Masalah ini sedang kami urus lewat jalur resmi agar tidak menimbulkan konflik horizontal,” sambungnya.
DAD Kaltim bersama tokoh masyarakat, telah berkoordinasi dengan Polda Kaltim.
Viktor menyebut, pihaknya sudah meminta audiensi langsung dengan Kapolda Kaltim, untuk menyampaikan keresahan masyarakat dan menuntut langkah bijak dalam penyelesaian konflik lahan dengan PT BDAM.
“Insyaallah Senin depan akan ada pertemuan resmi dengan Kapolda, dan harapan Kami, ada kebijakan yang lebih adil, tidak lagi kriminalisasi masyarakat yang mempertahankan haknya,”jelasnya.
Viktor juga menyoroti praktik hukum yang dinilai tebang pilih, dan menurutnya, laporan masyarakat terhadap perusahaan sering tidak diproses, sementara laporan perusahaan terhadap warga cepat ditindaklanjuti hingga ke pengadilan.
“Ini tidak fair. Masyarakat hanya ingin mempertahankan hak hidup, hasil kebun untuk makan, sekolah anak, dan kesehatan. Sementara perusahaan mencari keuntungan, dan Negara seharusnya berpihak pada rakyat, bukan mengintimidasi mereka,”* tegas Viktor.
DAD Kaltim mendesak Pemerintah Kabupaten Kukar, khususnya Bupati, agar tidak tinggal diam.
Pemerintah daerah diminta hadir dalam penyelesaian konflik lahan di HGU PT BDAM, sekaligus memastikan rakyatnya tidak terus-menerus menjadi korban kriminalisasi.
“Kami sudah menyampaikan langsung ke Bupati. Ini rakyat beliau sendiri. Jangan biarkan aparat berjalan sendiri tanpa pertimbangan sosial. Penyelesaian masalah agraria harus bijak, bukan represif,” pungkas Viktor.