BALIKPAPAN, literasikaltim.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya komitmen pemerintah daerah Kalimantan Timur (Kaltim) dalam memperkuat integritas birokrasi dan menutup celah-celah korupsi.
Pesan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Daerah Wilayah Kalimantan Timur 2025 bertema “Sinergi dan Kolaborasi dalam Upaya Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang Bebas Korupsi” yang digelar di Balikpapan, Rabu (10/9/2025).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengingatkan bahwa potensi besar Kaltim sebagai daerah maju harus dibarengi dengan tata kelola pemerintahan yang bersih.
“Pejabat seharusnya menjaga integritas, tidak terjebak dalam sistem yang penuh celah, serta memahami tata kelola adalah kewajiban, dan menjalankan tugas dengan integritas adalah keniscayaan,” tegas Setyo di hadapan anggota DPRD dan jajaran Pemerintah daerah se-Kaltim.
KPK memaparkan hasil Monitoring Center for Prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024.
Kaltim mencatat capaian MCP rata-rata 80,35 dan SPI 69,95 dari skala 100.
Skor ini, menandakan Kaltim masih berada di zona waspada.
Beberapa daerah mencatat skor tinggi, seperti Kota Bontang (95,47) dan Balikpapan (95,34).
Namun, ada pula daerah dengan skor rendah, yakni Kutai Timur (61,54) dan Mahakam Ulu (66,76), yang menunjukkan masih lemahnya tata kelola dan pengawasan internal.

Delapan fokus intervensi MCP meliputi: perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan barang milik daerah (BMD), serta optimalisasi pajak daerah.
KPK mengidentifikasi sejumlah praktik rawan korupsi yang masih sering ditemukan di daerah, antara lain:
- jual beli jabatan di lingkungan birokrasi,
- konflik kepentingan dalam kebijakan publik,
- penyalahgunaan dana hibah, bansos, dan APBD,
- manipulasi laporan keuangan dan PAD,
- korupsi dalam pengadaan barang dan jasa,
- suap dan gratifikasi dalam perizinan usaha,
- pungutan liar di layanan publik.
Sepanjang 2023–2025, KPK menerima 80 pengaduan masyarakat terkait penyelenggaraan pemerintahan di Kaltim.
Pengaduan terbanyak berasal dari Balikpapan (44 laporan), disusul Kutai Kartanegara (31) dan Kutai Timur (29).
Aduan mencakup dugaan penyalahgunaan anggaran, gratifikasi, suap, serta pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa.
“Pengaduan masyarakat adalah sinyal adanya celah korupsi. Transparansi, regulasi yang jelas, akuntabilitas, serta pengawasan yang bebas dari intervensi harus ditegakkan,” ujar Setyo.
Ia menekankan bahwa, pemberantasan korupsi bukan sekadar retorika, melainkan aksi nyata.
KPK mendorong digitalisasi layanan publik, transparansi anggaran, dan penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Dalam kesempatan ini, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menegaskan pihaknya berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi KPK.
“Kami akan memperkuat peran inspektorat, mendorong pelaporan LHKPN dan gratifikasi secara terbuka, serta memastikan tidak ada jual beli jabatan, dan di Kaltim harus menjadi contoh tata kelola yang baik,” ujarnya.
Dengan sinergi antara KPK, Pemerintah Daerah, dan dukungan masyarakat, diharapkan Kaltim mampu mempersempit ruang praktik korupsi, sekaligus mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas.
Penulis: Andi Isnar
Sumber Data: Divisi Humas KPK RI