IESR: Rekomendasi untuk SNDC Harus Ambisius, Adil, Kredibel, dan Transparan.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

JAKARTA, literasikaltim.com – Institute for Essential Services Reform (IESR) telah mengeluarkan rekomendasi kritis terhadap draf awal Second Nationally Determined Contribution (SNDC) atau NDC Kedua Indonesia, yang disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 20 Juli 2024.

IESR menilai bahwa target iklim yang diusulkan belum mencerminkan ambisi yang memadai untuk mencapai pembatasan suhu global hingga 1,5°C.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan bahwa target penurunan emisi Indonesia harus sejalan dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan suhu global.

Ia mendorong pemerintah untuk memperkuat target penurunan emisi 2030, dengan fokus pada peningkatan target NDC conditional (bersyarat) dan menyesuaikan aksi mitigasi di sektor energi.

“Saat ini, beberapa aksi mitigasi, seperti penggunaan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) pada PLTU batubara, tidak sejalan dengan target emisi yang diperlukan,” ujar Fabby, melalui keterangan tertulis ke media ini, Senin (2/9/2024).

IESR mengacu pada estimasi Climate Action Tracker (CAT) yang menunjukkan bahwa untuk mencapai target 1,5°C, Indonesia perlu menetapkan target NDC tanpa syarat sebesar 817 juta ton CO2 per tahun pada 2030 dan NDC bersyarat sebesar 771 juta ton CO2 pada tahun yang sama.

Namun, dalam praktiknya, sektor energi masih bergantung pada teknologi yang dianggap kurang efektif dalam mengurangi emisi.

Selain itu, Fabby menyoroti ketidakcocokan antara kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Perpres 112/2022 mengenai pengakhiran PLTU batubara dan praktik mitigasi yang ada. Ia meminta pemerintah, untuk memperjelas penerapan teknologi HELE pada PLTU captive serta menyertakan rencana pensiun dini PLTU dalam SNDC.

IESR juga menekankan pentingnya elemen transisi adil (just transition) dalam draf SNDC.

Koordinator Proyek Kebijakan Iklim IESR, Delima Ramadhani, menyatakan bahwa transisi harus melibatkan masyarakat secara partisipatif dan memastikan dukungan sosial bagi kelompok yang terdampak.

“Kebijakan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti gender dan usia, serta memastikan perlakuan adil selama proses transisi,” kata Delima.

Selain aspek adil, IESR menggarisbawahi kebutuhan akan kredibilitas dan transparansi dalam SNDC.

Mereka mendorong pemerintah untuk menunjukkan komitmen politik yang kuat dan menghindari kebijakan kontradiktif terhadap upaya mitigasi.

Pemerintah juga, diharapkan meningkatkan transparansi dalam penetapan dan pengukuran target, serta menjelaskan kontribusi Indonesia dalam pengurangan emisi metana sesuai komitmen Global Methane Pledge pada COP26.

Secara keseluruhan, IESR merekomendasikan empat elemen kunci dalam penyusunan SNDC:

1. Target iklim yang ambisius dan selaras dengan nol emisi karbon pada 2050;

2. Komunikasi yang jelas tentang kebutuhan pendanaan iklim;

3. Komitmen politik yang kuat terhadap dekarbonisasi; dan

4. transparansi dalam target iklim dengan memasukkan semua Gas Rumah Kaca (GRK) dan sektor ekonomi terkait.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *