JAKARTA, literasikaltim.com – Institute for Essential Services Reform (IESR), RE100, dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), telah meluncurkan kajian kebijakan berjudul Mempercepat Investasi Energi Terbarukan di Indonesia – Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT), Selasa (29/4/2025).
Kajian ini menawarkan solusi untuk, mempercepat adopsi energi terbarukan melalui skema PBJT, yang mengacu pada regulasi yang ada dengan prinsip-prinsip utama yang jelas.
Dalam kajian tersebut, ada empat prinsip yang dijelaskan untuk memastikan skema ini dapat berjalan dengan efektif.
Pertama, adalah akses dan penyaluran langsung dari pembangkit energi terbarukan ke konsumen industri.
Kedua, penerapan tarif yang adil dan transparan. Ketiga, penyambungan proyek energi terbarukan ke jaringan dengan waktu dan biaya yang wajar.
Dan keempat, penetapan kontrak yang jelas yang mencakup komitmen pasokan, aturan jaringan, dan kontribusi pada biaya penyeimbangan jaringan jika diperlukan.
Meski Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025 menargetkan porsi energi terbarukan mencapai 15,9 persen, pencapaian saat ini baru mencapai 15 persen.
Selain itu, investasi di sektor energi terbarukan juga stagnan di angka USD 1,5–1,8 miliar per tahun, jauh dari target semula yang ditetapkan sebesar USD 2,6 miliar pada 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya langkah baru yang lebih agresif, untuk mempercepat perkembangan sektor ini.
Salah satu kendala utama dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah struktur industri kelistrikan yang ada.
PLN, sebagai pembeli tunggal (single buyer), menguasai seluruh rantai dari pembangkitan hingga penjualan energi.
Hal ini membatasi kemampuan PLN untuk mengembangkan energi terbarukan secara agresif, terutama untuk memenuhi permintaan pasar dari konsumen bisnis dan industri.
Untuk mengatasi masalah tersebut, IESR, RE100, dan IEEFA merekomendasikan skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT).
Skema ini memungkinkan produsen energi terbarukan untuk menyalurkan listrik secara langsung ke pelanggan industri dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dikelola oleh PLN.
Selain itu, skema ini juga memberikan peluang bagi PLN untuk memperoleh pendapatan tambahan dari biaya sewa jaringan dan layanan tambahan (ancillary services).
Ollie Wilson, Head of RE100 Climate Group, menyatakan bahwa lebih dari 130 perusahaan anggota RE100 yang beroperasi di Indonesia sangat menantikan akses ke listrik hijau.
“Pasar energi yang transparan dan kompetitif melalui PBJT akan mempercepat penghentian operasional PLTU batu bara, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam mewujudkan visi Emas 2045,” ujar Wilson.
Kajian IESR menyebutkan bahwa, dengan potensi teknis energi terbarukan yang mencapai 3,7 TW, setidaknya ada 333 GW proyek yang layak secara ekonomi untuk dikembangkan dengan tarif yang berlaku saat ini.
Hal ini membuka peluang besar bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam proyek energi terbarukan, yang terhubung langsung dengan jaringan PLN.
Di sisi lain, IEEFA memperkirakan bahwa PLN dapat memperoleh tambahan hingga USD 5 miliar per tahun jika skema PBJT diterapkan, terutama melalui sewa infrastruktur dan investasi pembangkit listrik swasta.
“Skema ini juga bisa menutup kekurangan pendanaan infrastruktur kelistrikan yang diperkirakan mencapai USD 146 miliar,” kata Mutya Yustika, Spesialis Keuangan Energi IEEFA Indonesia.
Untuk memastikan penerapan PBJT berjalan lancar, kajian ini merekomendasikan tiga langkah utama.
Pertama, pemerintah perlu menetapkan biaya tambahan bagi pengembang energi terbarukan untuk mendanai peningkatan jaringan sebelum proyek beroperasi.
Kedua, pembentukan anak perusahaan PLN yang khusus menangani transmisi untuk meningkatkan transparansi biaya.
Ketiga, penyusunan kuota tahunan dan road map pengembangan energi terbarukan yang komprehensif.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa usulan PBJT akan dibahas dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) serta diintegrasikan ke dalam RUPTL PLN.
Jika skema ini diadopsi, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan investasi, mempercepat transisi energi, dan memperkuat ketahanan kelistrikan Indonesia menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Catatan:
Penggunaan bersama jaringan transmisi, yang secara global dikenal sebagai power wheeling, adalah skema yang memungkinkan pihak non-utilitas memperoleh akses terbuka ke infrastruktur jaringan listrik milik utilitas publik.
Skema ini memungkinkan mereka mengalirkan listrik dari sumber pembangkit listrik swasta ke pelanggan swasta, dengan dikenakan biaya layanan transmisi.
Tentang Institute for Essential Services Reform.
Institute for Essential Service Reform (IESR), adalah organisasi think tank yang secara aktif mempromosikan dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan energi Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan kelestarian ekologis.
IESR terlibat dalam kegiatan seperti melakukan analisis dan penelitian, mengadvokasi kebijakan publik, meluncurkan kampanye tentang topik tertentu, dan berkolaborasi dengan berbagai organisasi dan institusi.
Tentang RE100.
RE100 adalah sebuah inisiatif global yang menyatukan perusahaan-perusahaan paling berpengaruh di dunia yang berkomitmen untuk menggunakan listrik 100% dari sumber energi terbarukan.
Dipimpin oleh Climate Group, misinya adalah mendorong perubahan menuju jaringan listrik yang sepenuhnya terbarukan, baik melalui investasi langsung dari para anggota Kami, maupun dengan bekerja sama dengan pembuat kebijakan untuk mempercepat transisi menuju ekonomi bersih.
Inisiatif ini memiliki lebih dari 400 anggota, mulai dari merek-merek ternama hingga penyedia infrastruktur penting dan industri berat.
Konsumsi listrik tahunan seluruh anggota RE100, bahkan melebihi konsumsi listrik Korea Selatan. RE100 didirikan bekerja sama dengan CDP.
Tentang IEFFA.
Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) adalah lembaga pemikir independen global yang meneliti berbagai isu terkait pasar, tren, dan kebijakan energi.
Misinya adalah mempercepat transisi menuju ekonomi energi yang beragam, berkelanjutan, dan menguntungkan.
IEEFA adalah tim global yang terdiri dari spesialis keuangan energi, spesialis komunikasi, dan profesional manajemen, yang berkantor pusat di Asia, Australia, Eropa, Amerika Utara, dan Asia Selatan.
Penulis: Andi Isnar