IESR: Percepatan PLTS Atap Dorong Bali Jadi Contoh Nasional Transisi Energi Bersih.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

BALI, literasikaltim.com — Gubernur Bali I Wayan Koster resmi meluncurkan program percepatan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebagai langkah strategis untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi.

Program ini menjadi bagian integral dari upaya transisi energi bersih sekaligus penguatan komitmen Bali menuju target Net Zero Emission (NZE) pada 2045.

Peluncuran yang berlangsung di Denpasar ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Institute for Essential Services Reform (IESR).

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menilai percepatan pemanfaatan PLTS Atap sebagai solusi cepat, efisien, dan ekonomis untuk menjawab kebutuhan energi di Bali serta mengurangi ketergantungan terhadap pasokan listrik berbasis fosil dari luar daerah, khususnya kabel laut Jawa–Bali yang selama ini menyuplai 25–30% kebutuhan listrik pulau tersebut.

“PLTS Atap dengan sistem penyimpanan energi (BESS) sangat cocok bagi kondisi geografis dan struktur sosial-ekonomi Bali,” ucap Fabby melalui keterangan tertulis ke media ini, Jum’at (16/5/2025).

“Ini cara paling cepat dan murah, untuk menambah pasokan energi sekaligus meningkatkan ketahanan energi Bali,” katanya.

Gubernur Koster dalam arahannya menekankan pentingnya pemanfaatan PLTS Atap secara luas, khususnya di sektor publik dan komersial.

“Seluruh kantor pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hotel, vila, sekolah, kampus, dan pasar wajib menggunakan PLTS Atap,” tegasnya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan, menyebut percepatan ini akan berdampak langsung terhadap peningkatan bauran energi terbarukan.

“Jika diterapkan secara masif, PLTS Atap akan membawa Bali lebih dekat ke target NZE 2045,” ujarnya.

IESR bersama Center of Excellence Community-Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana, turut mendukung program ini melalui berbagai kajian strategis.

Ketua CORE UNUD, Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, menilai pendekatan pembangkit tersebar seperti PLTS Atap adalah solusi berkelanjutan.

“Kita tidak bisa terus menambah pembangkit konvensional. PLTS Atap lebih hemat ruang, lebih ramah lingkungan, dan mendukung pengelolaan sisi permintaan,” jelasnya.

Analisis IESR menunjukkan bahwa Bali memiliki potensi energi surya mencapai 22 GW, dengan potensi PLTS Atap sebesar 3,3–10,9 GW.

Namun, realisasi saat ini masih sangat rendah—kurang dari 1% dari total potensi. Oleh karena itu, inisiatif ini menjadi langkah penting untuk mendorong adopsi teknologi bersih secara lebih luas.

Di sisi kebijakan, IESR juga mendorong pemerintah pusat untuk merevisi Permen ESDM No. 2/2024 yang saat ini masih membatasi pemasangan PLTS Atap melalui sistem kuota.

“Pencabutan kuota dan kembalinya skema net-metering akan membuka akses lebih besar bagi masyarakat dan pelaku usaha,” jelas Fabby.

Bali sebagai destinasi pariwisata dunia dinilai berpotensi menjadi contoh nasional dalam penerapan energi bersih berbasis partisipasi masyarakat.

Penggunaan PLTS Atap tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga menciptakan lapangan kerja hijau dan memperluas kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan.

Percepatan pemanfaatan PLTS Atap diharapkan menjadi gerakan kolektif masyarakat Bali yang melibatkan pemerintah daerah, institusi pendidikan, dunia usaha, komunitas lokal, hingga organisasi sipil.

Dengan dukungan lintas sektor, program Bali Mandiri Energi berpeluang menjadi model transisi energi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan—serta menjadi inspirasi nasional menuju dekarbonisasi sistem energi Indonesia 2060 atau lebih cepat.

Penulis: Andi Isnar
Sumber Data: website resmi IESR

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *