DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi
SAMARINDA, literasikaltim.com — Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur menyampaikan pernyataan resmi terkait aksi ratusan massa adat yang digelar di depan kantor Penegakan Hukum (Gakkum) Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa siang (22/7/2025).
Aksi ini, dilatarbelakangi oleh kekhawatiran keluarga besar adat atas hilangnya salah satu anak keluarga besar DAD Kaltim mereka selama tiga hari tanpa kabar, yang belakangan diketahui ditahan oleh Gakkum.
Dalam wawancara usai aksi dan pertemuan terbuka dengan pihak Gakkum, Sekretaris DAD Kaltim Hendrik Tandoh menegaskan bahwa kedatangan DAD Kaltim adalah murni panggilan adat dan bukan untuk mengintervensi proses hukum.
Ia menyebut bahwa tradisi masyarakat Dayak mengharuskan adanya pencarian kolektif jika salah satu anggotanya hilang, yang dalam konteks ini ditandai dengan dipukulnya “gong darurat”.
“Dari tadi siang, Kami datang ke Gakkum dengan tujuan mencari saudara Kami yang hilang tiga hari lalu, dan dalam adat Kami, kalau ada yang hilang, Kami wajib mencari. Gong sudah dipukul, itu pertanda darurat,” ujar Viktor.
Ia bersyukur bahwa anak yang hilang tersebut telah ditemukan, dalam keadaan selamat dan telah dibawa pulang ke rumah keluarganya.
“Puji Tuhan, Alhamdulillah, anak Kami sudah ditemukan dan sudah kembali bersama keluarga,” katanya.
Hendrik menegaskan bahwa keluarga dan keluarga besar adat tidak terlibat dalam proses hukum yang berjalan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang dan kuasa hukum yang sah.
Senada hal tersebut Ketua DAD Kaltim Viktor Yuan menambahkan bahwa pentingnya koordinasi antar lembaga hukum dan lembaga adat, untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa menimbulkan gejolak sosial.
“Kami tidak mencampuri urusan hukumnya, itu tugas kuasa hukum. Tapi Kami ingin Gakkum menghormati proses yang sedang berjalan di Polda Kaltim, agar tidak terjadi penumpukan kasus, dan jangan ada tindakan sepihak sebelum satu perkara selesai,” katanya.
Lebih lanjut, Viktor menyampaikan kritik terhadap pola penangkapan yang dianggap tidak persuasif.
Menurutnya, masyarakat adat Dayak adalah warga negara yang taat hukum dan tidak mungkin melarikan diri, sehingga tindakan represif dinilai tidak perlu.
“Kami bukan teroris. Kami tidak punya kekuatan untuk lari ke luar negeri. Kami tinggal dan akan hidup di tanah ini,” tegasnya.
“Jadi kalau ada persoalan, mari diselesaikan secara baik-baik, jangan main tangkap, tahan, tanpa pemberitahuan,” tambahnya.
Ia juga menyerukan penyelesaian terhadap kasus-kasus yang sudah ditangani sebelumnya oleh pihak kepolisian, agar tidak terjadi ketimpangan penegakan hukum.
“Kami minta kepada Gakkum dan juga Polda untuk menghormati langkah-langkah hukum yang sedang berjalan, dan Jangan membuka kasus baru sebelum kasus lama tuntas,” tegas Viktor lagi.
Menutup pernyataannya, Viktor berharap agar situasi tetap kondusif dan menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa antara hukum negara dan hukum adat bisa saling bersinergi.
“Hari ini kita saksikan bahwa tuntutan kita masuk akal, dan mereka pun mengakui dan menyerahkan anak Kami, dan ini bukti bahwa dialog dan saling menghormati bisa menyelesaikan masalah tanpa kekerasan,” tuturnya.
“Dan terima kasih atas fast respon dari pihak Gakkum Kaltim atas hal ini, semoga kedepannya lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya,” pungkasnya.