Gakkum Kaltim Ungkap Dugaan Keterlibatan Karyawan dan Perusahaan Keluarga dalam Kasus Tambang Ilegal di KHDTK Unmul.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

SAMARINDA, literasikaltim.comPerwakilan Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Kalimantan, Purwanto, mengungkap perkembangan penyidikan kasus tambang ilegal di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul), Lempake, yang diduga melibatkan jaringan keluarga dan penggunaan alat berat milik perusahaan.

Hal ini disampaikan pada kegiatan Hearing DPRD Kaltim yang dilaksanakan di ruang rapat Gedung E, Kamis (10/7/2025).

Dalam pernyataannya, Purwanto menyebut bahwa keterangan para saksi yang dihimpun oleh tim penyidik menunjukkan adanya dugaan kuat keterlibatan sejumlah pekerja lapangan dari PT TAA, berdasarkan pakaian kerja dan kode identitas alat berat yang ditemukan di lokasi.

“Beberapa warga mengaku tidak mengenal siapa pelakunya, tapi mengenali seragam kerja dan menyebut itu dari PT TAA, dan Kami juga menemukan alat berat seperti grinder dan damper dengan kode TAA-02,” ucapnya.

“Namun, saat kami kembali ke lokasi akhir Mei, semua kode di alat berat itu sudah ditutup dengan cat pilok,” ungkap Purwanto.

Selain itu, hasil pemeriksaan dan informasi dari saksi-saksi, termasuk mahasiswa dan pengawas lapangan, mengungkap bahwa sejumlah pekerja berada di lokasi pada 3 hingga 5 April 2025, bersamaan dengan aktivitas pembukaan lahan tambang yang diduga ilegal.

Perusahaan Keluarga Diduga Terlibat.

Penyelidikan lebih dalam mengungkap bahwa pelaku yang diduga sebagai pengendali lapangan dan pemilik alat berat adalah bagian dari struktur perusahaan berbasis keluarga.

“Dari surat distributor alat berat, diketahui alat dikirim atas nama seorang pria berinisial S.U. yang merupakan suami dari Direktur perusahaan,” katanya.

“Sedangkan PIC atau penanggung jawab lapangan adalah MBO, adik dari sang Direktur,” jelas Purwanto.

Selain itu, para pengawas lapangan, termasuk dua orang berinisial AN dan RK, diketahui tinggal dalam satu lingkungan yang sama dan diyakini berasal dari etnis yang sama.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas tambang ilegal di kawasan KHDTK Unmul, dilakukan oleh kelompok yang saling berhubungan erat secara personal dan profesional.

Pemanggilan dan Upaya Penjemputan Gagal.

Gakkum KLHK telah melakukan beberapa kali pemanggilan terhadap terduga pelaku, termasuk RK dan AN, namun yang bersangkutan tidak pernah hadir.

Langkah pemanggilan dilanjutkan dengan upaya paksa penjemputan bekerja sama dengan aparat Kepolisian, namun hasilnya belum membuahkan keberhasilan.

“Kami tidak bekerja sendiri, dan upaya penjemputan sudah Kami lakukan dengan pengawalan aparat. Namun, hingga saat ini, para pelaku belum berhasil ditemukan,” ungkap Purwanto.

Gakkum juga telah mengerahkan tim intelijen internal serta berkoordinasi dengan Polda Kaltim untuk menelusuri keberadaan para pelaku, termasuk kemungkinan keberadaan mereka di luar daerah, seperti Jakarta dan Pulau Kalimantan lainnya.

Purwanto mengakui bahwa pihaknya telah mengumpulkan cukup banyak bukti dan data, namun dalam pelacakan langsung terhadap pelaku, kewenangan dan kemampuan peralatan masih menjadi tantangan.

“Kami tetap melakukan pemantauan, tapi untuk penindakan langsung, Kami butuh dukungan penuh dari kepolisian yang memiliki perlengkapan dan jaringan lebih luas,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tetapi telah menyentuh aspek pidana yang berdampak pada kawasan konservasi pendidikan.

Jika proses hukum di Gakkum KLHK menemui kendala teknis atau hukum, maka keberlanjutan kasus ini akan dikembalikan kepada keluarga korban atau pelapor untuk melanjutkan melalui jalur hukum lain.

“Jika nantinya Gakkum tidak bisa lagi menangani karena keterbatasan, maka pihak keluarga bisa menindaklanjuti kasus ini melalui proses hukum yang lebih luas,” pungkasnya.

Kasus ini menambah panjang daftar pelanggaran hukum, yang menyasar kawasan hutan konservasi di Kalimantan Timur.

Gakkum berharap koordinasi lintas sektor terus diperkuat, untuk menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan penambangan tanpa izin di wilayah hutan negara, apalagi yang berkaitan dengan kawasan pendidikan seperti KHDTK Unmul.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *