Ismail DKP Kaltim: Tak Ada KKPRL, Aktivitas PT PTB Harus Dihentikan!
SAMARINDA, literasikaltim.com — Forum Komunikasi Pemuda Kalimantan Timur (FORKOP Kaltim) kembali turun ke jalan, untuk menuntut komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dalam pengelolaan Terminal Ship to Ship (STS) yang beroperasi di perairan Muara Berau dan Muara Jawa.
Aksi demonstrasi yang berlangsung di halaman Kantor Gubernur Kaltim ini, merupakan kelanjutan dari aksi serupa yang digelar pada 24 Juni lalu.
Dalam unjuk rasa yang berlangsung damai, massa aksi membawa sejumlah spanduk dan menyerukan tuntutan, agar Pemprov bersikap tegas terhadap aktivitas PT PTB merupakan perusahaan yang selama ini mengoperasikan STS di kawasan tersebut.
FORKOP menuding, praktik bongkar muat antar kapal yang dilakukan PT PTB tidak hanya merugikan daerah dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi juga menyebabkan potensi kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp5,04 triliun.
“Ini wilayah Kita, tapi kenapa justru pihak swasta yang menikmati? Rakyat Kaltim dapat apa?” seru Juru Bicara FORKOP Kaltim, Andi Andis Muhris, seusai audiensi dengan perwakilan Pemprov Kaltim di lantai 6 Kantor Gubernur.
Audiensi tersebut turut dihadiri sejumlah instansi teknis seperti Dinas Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda.
Dalam pertemuan itu, muncul fakta bahwa PT PTB sempat mengajukan dokumen Kesesuaian, Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sejak 2024, namun hingga kini belum ada keputusan dari kementerian terkait.
Ismail, Sub Koordinator Pendayagunaan Ruang Laut DKP Kaltim, menjelaskan bahwa selama izin KKPRL belum terbit, kegiatan usaha PT PTB seharusnya dihentikan.
“Tanpa KKPRL, semua aktivitas itu tidak memenuhi syarat hukum. Artinya bisa dianggap ilegal,” ujarnya tegas.
Pernyataan itu diamini oleh Frizky Andrian dari KSOP Samarinda, dan menegaskan bahwa kegiatan STS harus melalui proses legal formal yang melibatkan Kementerian dan Pemerintah Daerah.
“Konsesi semacam ini tidak bisa berjalan sendiri. Jika tidak ada penunjukan resmi dan koordinasi, maka aktivitasnya dianggap tidak sah secara administratif,” ungkap Frizky.
Sementara itu, Ahmad Masliuddin dari Dinas Perhubungan Kaltim mengungkapkan bahwa pihaknya sudah meminta klarifikasi dari KSOP terkait perizinan PT PTB, namun belum menerima respons hingga saat ini.
FORKOP Kaltim menilai lemahnya koordinasi ini, sebagai bentuk pembiaran atas pelanggaran yang merugikan daerah.
Mereka menuntut agar pengelolaan STS diambil alih dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai sumber PAD yang sah, untuk membiayai sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Adapun lima tuntutan utama yang disampaikan FORKOP dalam aksi tersebut antara lain:
- Pemprov Kaltim harus mengambil langkah tegas terhadap dugaan aktivitas ilegal PT PTB.
- Pengelolaan STS harus dialihkan ke Perusda milik daerah.
- Seluruh kegiatan PT PTB harus dihentikan dan diusut tuntas atas kerugian negara Rp5,04 triliun.
- Penutupan permanen terhadap aktivitas PT PTB.
- Realisasi keadilan sosial bagi rakyat Kaltim sebagai bagian dari NKRI.
Andis juga menegaskan bahwa, langkah selanjutnya akan dilakukan di tingkat pusat.
“Kami akan mengawal isu ini ke Kementerian Perhubungan, dan jika terbukti tidak ada izin resmi, Kami desak agar operasional STS PT PTB dihentikan permanen,” tegasnya.
FORKOP menutup aksi dengan pernyataan bahwa perjuangan mereka bukan demi kepentingan kelompok, melainkan demi menjamin kedaulatan daerah dan pemanfaatan sumber daya laut Kaltim secara adil dan sah, untuk kesejahteraan rakyat.
Mereka juga menyatakan siap berkolaborasi dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan berbagai elemen lainnya dalam advokasi lanjutan.
Penulis: Andi Isnar