SAMARINDA, literasikaltim.com — Forum Komunikasi Pemuda Kalimantan Timur (Forkop Kaltim) terus melanjutkan perjuangannya menyoroti dugaan pelanggaran hukum terkait aktivitas bongkar muat di Terminal Ship to Ship (STS) milik PT PTB, di wilayah perairan Muara Berau dan Muara Jawa.
Dalam waktu dekat, Forkop Kaltim akan menggelar aksi demonstrasi di depan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub RI) dan Kejaksaan Agung RI.
Juru Bicara Forkop Kaltim, Andi Andis Muhris, menyatakan bahwa aksi tersebut bertujuan menuntut pencabutan izin operasional PT PTB serta mendesak penegakan hukum atas dugaan pungutan liar dan potensi kerugian negara akibat aktivitas bongkar muat yang dinilai ilegal.
“Ini adalah bagian dari perjuangan kerakyatan, dan Kami akan menyuarakan langsung kepada Pemerintah Pusat, agar dugaan pelanggaran yang terjadi tidak dibiarkan berlarut-larut,” ujar Andis saat dikonfirmasi pada Selasa (2/7/2025).
Menurutnya, aktivitas STS oleh PT PTB selama ini tidak menunjukkan transparansi dan berpotensi merugikan daerah.
Ia menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terlalu pasif dalam menanggapi isu tersebut.
“Seharusnya potensi laut kita ini dikelola oleh BUMD agar PAD meningkat. Tapi yang terjadi malah dikuasai oleh swasta dengan status legalitas yang masih dipertanyakan,” tambahnya.
Forkop Kaltim menilai kelalaian Pemprov dalam mengawasi kegiatan ini telah mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan daerah secara signifikan.
Mereka menyayangkan tidak adanya sikap tegas untuk menghentikan operasi PT PTB yang diduga belum memenuhi persyaratan hukum.
Sementara itu, Kabid Pelayaran Dinas Perhubungan Kaltim, Ahmad Masliuddin, menyatakan bahwa Pemprov tidak berada dalam posisi mendampingi aksi tersebut, kecuali atas permintaan resmi dari Kemenhub.
“Demonstrasi itu kan ditujukan ke pusat. Jadi Kami bukan pihak yang terlibat langsung, kecuali memang diundang secara resmi,” ujarnya.
Ahmad juga menyebut pihaknya, telah menyarankan Forkop, untuk menyampaikan aspirasi langsung melalui surat ke Menteri Perhubungan.
“Kami sudah arahkan mereka untuk bersurat ke Menhub. Jika nanti Kami diundang secara resmi, tentu Kami siap hadir dan menjelaskan kondisi pelayaran di Kaltim,” katanya.
Sebelumnya, Forkop Kaltim telah menggelar dua kali aksi di Kantor Gubernur Kaltim pada 24 dan 30 Juni 2025.
Namun, dari dua aksi tersebut, mereka mengaku belum mendapatkan kejelasan apakah PT PTB telah mengantongi rekomendasi dari Pemerintah Daerah.
Ismail, Sub Koordinator Pendayagunaan Ruang Laut DKP Kaltim, menjelaskan bahwa PT PTB pernah mengajukan permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) pada 2024.
Namun hingga kini, dokumen tersebut belum mendapat tanggapan dari kementerian terkait.
“Selama belum ada KKPRL, maka aktivitas mereka secara hukum tidak memenuhi syarat. Ini berpotensi ilegal,” tegas Ismail.
Hal senada disampaikan oleh Frizky Andrian Perdana, Kepala Seksi Bimbingan Usaha dan Jasa Kepelabuhanan KSOP Kelas I Samarinda.
Ia menegaskan bahwa operasional terminal STS, harus melalui konsesi resmi dari Kemenhub dan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah.
“Jika tidak ada koordinasi dengan daerah dan belum ada penunjukan resmi, maka aktivitas itu bisa dianggap tidak sah secara administrasi,” jelas Frizky.
Forkop Kaltim berharap aksi mereka di Kemenhub dan Kejaksaan Agung, nanti akan membuka pintu bagi penegakan hukum yang lebih tegas, serta memperjelas status hukum PT PTB.
Mereka juga menyerukan kepada publik, untuk mengawal isu ini, demi menjaga hak-hak daerah atas potensi kekayaan maritim yang ada.
REDAKSI