KUTAI KARTANEGARA, literasiksltim.com – Kasus dugaan penyerobotan 305 hektare lahan warga oleh PT Kutai Agro Jaya (KAJ) di Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, tidak hanya memantik konflik horizontal, tetapi juga membuka kembali pertanyaan lama soal lemahnya perlindungan hukum terhadap hak masyarakat dalam sengketa agraria.
Sejak 2013, lahan yang sudah berproduksi dengan sawit, karet, dan singkong gajah itu diklaim perusahaan tanpa adanya transaksi sah dengan pemilik.
Warga pun berulang kali melapor, namun hingga kini aktivitas perusahaan tetap berjalan tanpa hambatan berarti.
Kuasa hukum warga, Gunawan, SH, menduga ada unsur pembiaran dari aparat di lapangan.
“Setiap kali klien kami melakukan aksi di lokasi, selalu ada intimidasi dari orang-orang yang diduga preman bayaran perusahaan,” ucapnya.
“Ironisnya, aparat keamanan justru lebih sering mengawal pihak perusahaan, bukan melindungi hak warga yang sah secara hukum,” ujarnya.
Tak hanya itu, warga juga menyoroti kejanggalan dalam legalitas perizinan PT KAJ. Menurut mereka, keberadaan perusahaan yang menguasai lahan tanpa dasar jual beli resmi patut dipertanyakan.
“Kalau memang izin HGU (Hak Guna Usaha) atau perizinan lain dimiliki PT KAJ, seharusnya jelas peta bidangnya dan tidak boleh tumpang tindih dengan tanah yang sudah bersertifikat atau punya akta jual beli resmi. Fakta di lapangan, lahan klien kami diambil alih tanpa dasar yang sah,” tegas Gunawan.
Kasus serupa bukan hal baru di Kutai Kartanegara. Data dari berbagai organisasi masyarakat sipil menunjukkan, konflik agraria di Kaltim terus meningkat dalam satu dekade terakhir, terutama di sektor perkebunan sawit.
Pola yang berulang adalah tumpang tindih klaim, intimidasi terhadap warga, hingga dugaan keterlibatan aparat dalam melanggengkan konflik.
Mahrun, salah satu pemilik lahan, menyebut intimidasi sudah dirasakannya sejak awal perlawanan.
“Bahkan saya pernah diancam dengan parang. Ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal keberanian warga melawan ketidakadilan. Kalau dibiarkan, siapa pun bisa kehilangan tanahnya begitu saja,” kata Mahrun.
Warga kini tengah menyiapkan gugatan perdata, atas dugaan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, mereka mendorong agar aparat penegak hukum mengusut dugaan pidana penyerobotan dan perusakan rumah warga.
Hingga kini, pihak PT KAJ belum memberikan keterangan resmi. Namun tekanan publik semakin besar agar pemerintah daerah, DPRD Kukar, hingga instansi terkait turun tangan menuntaskan kasus yang sudah berlarut lebih dari satu dekade ini.
Penulis: Andi Isnar