Abdul Rohim Tegaskan Kontraktor Proyek Terowongan Akan Dipanggil dan Sanksi bagi Kontraktor Bila Terbukti Lalai.
SAMARINDA, literasikaltim.com — Insiden longsor yang kembali terjadi di lokasi proyek pembangunan terowongan Jalan Sultan Alimuddin–Kakap, Kota Samarinda, memicu perhatian serius dari kalangan legislatif.
Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Abdul Rohim, menilai kejadian ini mencerminkan potensi persoalan teknis yang harus segera ditangani, agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar.
Berdasarkan informasi dari pihak PUPR Kota Samarinda , titik longsor yang terjadi berada di bawah kawasan pemukiman yang sebelumnya sulit direlokasi.
Karena keterbatasan ruang, dinding penahan yang dibangun di lokasi itu dibuat tipis dan tidak maksimal.
Kini setelah insiden terjadi, warga di atas lokasi bersedia pindah, sehingga memungkinkan penguatan struktur.
“Dulu sempat sulit melakukan pembebasan lahan, tapi setelah adanya getaran dan kejadian ini, masyarakat mulai terbuka untuk direlokasi,” ucapnya, saat di wawancarai disela kegiatan diskusi publik, Jum’at (17/5/2025) sore.
“Dan ini, menjadi momentum untuk mempertebal konstruksi di titik rawan tersebut,” jelas Abdul Rohim.
Ia menegaskan bahwa kualitas struktur proyek perlu dikaji kembali, terutama dalam hal ketahanan terhadap kondisi cuaca ekstrem.
“Ini sudah kejadian kedua kalinya terjadi longsor walaupun di posisi yang berbeda, dan kalau konstruksinya tak mampu menahan tekanan air juga tanah saat hujan deras, itu berarti perencanaannya tidak ideal. Beban maksimal dan pergerakan tanah harus benar-benar dihitung,” tegasnya.

Abdul Rohim juga menyoroti pentingnya kajian terhadap jenis fondasi yang digunakan, termasuk metode rekayasa teknik di lapangan.
Ia mempertanyakan apakah sistem penahan seperti pondasi cakar ayam, atau alternatif lainnya sudah diterapkan secara tepat.
“Kami ingin memastikan pembangunan ini sesuai standar, dan jangan sampai sekadar asal bangun tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan keandalan struktur,” tambahnya.
Dirinya juga menekankan perlunya akuntabilitas dari pihak kontraktor, untuk itu Kami berencana memanggil pelaksana proyek untuk meminta klarifikasi setelah masa reses selesai.
“Setelah masa reses, Kami akan tindak lanjuti. Jika ditemukan kelalaian, maka harus diberikan sanksi,” katanya.
“Dan, ini proyek bernilai hampir Rp400 miliar, tidak bisa dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Terowongan yang digarap dengan anggaran senilai Rp395,9 miliar ini, merupakan proyek strategis untuk mengatasi kemacetan di kawasan Gunung Manggah, dan meningkatkan keselamatan pengguna jalan.
Saat ini, progres pembangunan dilaporkan telah mencapai 91,7 persen dan ditargetkan selesai serta mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2025.
Dengan insiden yang terjadi, Abdul Rohim berharap pihak Pemerintah Kota dan dinas teknis lebih aktif mengawasi pelaksanaan proyek, agar tidak menimbulkan kerugian baik secara materil maupun ancaman terhadap keselamatan warga.
“Kami mendorong agar seluruh elemen yang terlibat, dapat bekerja lebih hati-hati dan profesional,” imbuhnya.
“Proyek ini harus menjadi solusi, bukan menciptakan masalah baru di kemudian hari,” tutupnya.
Penulis: Andi Isnar