DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi
SAMARINDA, literasikaltim.com – Sengketa lahan yang melibatkan Gereja Toraja di Jalan Air Terjun, Kelurahan Mangkupalas, Samarinda, kembali mencuat dan memantik perhatian publik.
Peristiwa yang terjadi sejak Senin (18/5/2025) ini membuat berbagai pihak turun tangan, termasuk DPRD Kota Samarinda.
Anggota DPRD Kota Samarinda, Ir. Elnatan Pasambe, M.Si, yang juga hadir langsung di lokasi, mengungkapkan keprihatinannya atas polemik yang terjadi.
Ia menyebut kasus ini cukup sensitif karena menyangkut rumah ibadah, sehingga harus diselesaikan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan konflik lebih luas.
“Kejadian ini menyelisik hati saya. Sebagai wakil rakyat, Saya hadir atas dorongan Kapolsek agar situasi tetap kondusif sambil menunggu upaya komunikasi dan mediasi,” kata Elnatan saat ditemui di lokasi, Selasa (19/5/2025) sore.
Untuk meredam ketegangan, pihak terkait telah sepakat menjadwalkan mediasi di Polresta Samarinda pada Selasa pekan depan.
Mediasi ini diharapkan mampu mempertemukan pandangan kedua belah pihak agar tercapai titik temu.
“Kami berharap bisa ada kesepakatan secara kekeluargaan. Tapi kalau ternyata tidak bisa, jalur pengadilan menjadi opsi terakhir,” tegas Elnatan.
Elnatan menjelaskan, DPRD Kaltim tidak bisa mengambil keputusan hukum dalam kasus ini.
Peran DPRD hanya sebatas memfasilitasi mediasi jika ada permohonan resmi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.
“Kalau ada pihak yang bersurat resmi ke DPRD, tentu bisa Kami tindak lanjuti. Tapi tanpa itu, kami tidak bisa masuk terlalu jauh. DPRD harus netral dan tidak berpihak,” jelasnya.
Ia menambahkan, persoalan ini semakin rumit, karena adanya klaim yang saling bertentangan antara pihak penghibah tanah dan pihak gereja.
Elnatan sendiri mengakui bahwa ia termasuk dalam keluarga yang pernah terlibat dalam hibah tanah tersebut. Meski begitu, sebagai wakil rakyat, ia menegaskan posisinya tetap netral.
“Saya pribadi bagian dari keluarga yang dulu menghibahkan tanah. Tapi sebagai politisi, Saya tidak boleh terlibat langsung. Penilaian masyarakat bisa berbeda-beda, maka saya tegaskan posisi saya netral,” tuturnya.
Menurutnya, penyelesaian secara damai akan jauh lebih baik demi menjaga kerukunan masyarakat Samarinda yang dikenal majemuk.
“Sengketa rumah ibadah itu sangat sensitif. Jangan sampai menimbulkan gesekan antar warga. Saya berharap semua pihak menahan diri sampai proses mediasi selesai,” pungkasnya.