![]()
SANGATTA, literasikaltim.com — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menegaskan bahwa, pendidikan inklusif tidak dapat berjalan tanpa hadirnya akomodasi layak, sarana dan prasarana aksesibel, serta budaya nondiskriminatif di sekolah.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris Disdikbud Kutim, Irma Yuwinda, dan mengatakan bahwa banyak sekolah yang hanya memahami inklusi sebagai penerimaan siswa disabilitas, padahal implementasinya jauh lebih luas.
“Akomodasi layak mencakup penyediaan alat bantu, pengaturan ruang kelas, hingga penyesuaian metode pembelajaran sesuai kebutuhan siswa,” ucapnya, belum lama ini.
“Pendidikan inklusif harus mencakup seluruh aspek yang mendukung keberhasilan belajar siswa disabilitas,” ujarnya.
Selain akomodasi, fasilitas fisik yang aksesibel seperti jalur landai, pegangan rambat, toilet ramah difabel, dan ruang kelas yang aman menjadi bagian penting penilaian sekolah inklusif.
Irma juga menekankan pentingnya membangun budaya sekolah yang nondiskriminatif, melalui pembiasaan sejak dini.
Lingkungan yang menerima keberagaman, kata Irma, menjadi fondasi utama pembentukan karakter inklusif.
“Kami ingin sekolah memahami bahwa inklusi adalah komitmen, bukan formalitas. Semua aspek harus disiapkan secara bertahap tetapi terukur,” tegasnya.
Dalam kegiatan sosialisasi ULD, para peserta diberikan contoh kasus dan praktik baik dari sekolah-sekolah inklusif di wilayah lain.
Diharapkan hal ini, memberikan gambaran implementasi yang realistis dan dapat diterapkan sesuai kondisi di Kutim.
Irma menekankan bahwa, komitmen sekolah menjadi penentu utama keberhasilan layanan inklusif.
“Dengan kesiapan sarana dan sikap inklusif, sekolah dapat menjadi ruang aman dan nyaman bagi semua anak, tanpa terkecuali,” pungkasnya. (Adv-Diskiminfo Kutim/AI)














