Direktur Politani dan Mahasiswa Satu Suara Tolak Kekerasan, Sepakati Langkah Tegas.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

SAMARINDA, literasikaltim.com — Gelombang penolakan terhadap tindak kekerasan di lingkungan akademik mencuat, dalam aksi damai yang digagas oleh Aliansi Ormawa Politani Menggugat.

Puluhan organisasi kemahasiswaan di bawah naungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Politani) bersatu menyampaikan aspirasi mereka, di depan Gedung Direktorat kampus.

Aksi yang dimulai sejak pagi itu berlangsung tertib namun penuh semangat, dan para Mahasiswa membawa berbagai atribut seperti poster dan spanduk, yang menyerukan penolakan terhadap kekerasan fisik dalam dunia pendidikan.

Mereka menuntut keadilan atas insiden pemukulan terhadap dua mahasiswa yang terjadi sehari sebelumnya, diduga dilakukan oleh seorang dosen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kehadiran Direktur Politani Samarinda, Dr. Hamka, M.P., di tengah-tengah massa aksi menjadi momen penting dalam proses dialog antara mahasiswa dan pihak kampus.

Dalam pernyataannya, ia menegaskan sikapnya yang menolak segala bentuk kekerasan dan menyatakan bahwa kampus harus menjadi ruang aman bagi seluruh civitas akademika.

“Politani tidak akan mentoleransi kekerasan dalam bentuk apa pun. Penanganan kasus ini akan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum dan etika yang berlaku,” tegas Dr. Hamka.

Sementara itu, Samsul, yang bertindak sebagai koordinator aksi, menyampaikan bahwa kehadiran mahasiswa dalam aksi ini merupakan bentuk kepedulian terhadap keselamatan dan kenyamanan lingkungan belajar.

Menurutnya, tindakan represif dari tenaga pendidik tidak hanya melukai korban, tetapi juga mencoreng wajah pendidikan tinggi.

“Aksi ini lahir dari keresahan kolektif mahasiswa, dan Kami ingin memastikan bahwa kampus bukan tempat kekerasan, melainkan ruang tumbuh yang aman dan setara,” ujar Samsul.

Hasil dialog antara perwakilan mahasiswa dan pihak Direksi Kampus membuahkan tiga butir kesepakatan strategis.

Pertama, penanganan kasus akan dilaksanakan oleh Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang ada di lingkungan kampus.

Kedua, prosesnya akan dilaksanakan secara terbuka dan mahasiswa diberi ruang untuk terlibat dalam pengawasan.

Dan Ketiga, pihak institusi akan segera melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan perilaku tenaga pengajar agar kasus serupa tidak terulang.

Momen dialog ini, dinilai sebagai langkah awal yang penting dalam menciptakan ruang akademik yang sehat.

Mahasiswa yang semula memenuhi halaman Gedung Kampus kemudian membubarkan diri dengan tertib, membawa pulang komitmen baru dari pihak Kampus untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius.

Aliansi mahasiswa menyatakan bahwa mereka akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut.

Jika di kemudian hari ditemukan indikasi pengabaian terhadap komitmen yang telah disepakati, aksi lanjutan akan kembali digelar sebagai wujud pengawasan publik.

Gerakan ini menegaskan bahwa kekerasan bukan bagian dari dunia pendidikan.

Keberanian mahasiswa dan keterbukaan pihak Kampus dalam menyikapi persoalan ini, menjadi bukti nyata bahwa perubahan dapat dimulai dari keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *