Diduga Sesuai Instruksi, Kelangkaan Gas 3 Kg Dinilai Sengaja Diciptakan.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

SAMARINDA, literasikaltim.com
Kelangkaan gas LPG bersubsidi ukuran 3 kilogram atau yang dikenal sebagai gas melon kembali terjadi di Kota Samarinda.

Namun, situasi ini tak lagi dianggap sebagai persoalan distribusi semata.

Sejumlah warga, termasuk pemilik pangkalan, menduga kuat adanya rekayasa sistematis, yang bertujuan mendorong masyarakat beralih ke LPG 5 kilogram atau jaringan gas rumah tangga (jargas).

Seorang pemilik pangkalan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa, pasokan yang diterima dari agen jauh dari kuota yang seharusnya.

“Kuota saya 200 tabung, sesuai data RT. Tapi yang datang dari agen cuma 150, kadang hanya 100, padahal warga sekitar saja tidak cukup, apalagi kalau orang luar ikut beli,” ujarnya, Kamis (12/6/2025).

Lebih lanjut, ia menyebut adanya ketimpangan distribusi antar pangkalan.

“Ada pangkalan di Gang Sepakat, itu seminggu bisa tiga truk, masing-masing 500 tabung. Tapi tetap saja, warganya bilang nggak kebagian,” tuturnya.

Ia menilai kelangkaan yang terjadi bukan semata karena tingginya permintaan, melainkan akibat distribusi yang tak transparan dan cenderung menguntungkan pihak tertentu.

Modusnya, menurut dia, banyak pangkalan yang lebih memilih menjual gas ke pengecer daripada ke masyarakat langsung, karena selisih harga yang lebih menguntungkan.

“Kalau dijual ke warga, harganya sekitar Rp18.000 sampai Rp20.000. Tapi ke pengecer bisa tembus Rp25.000 hingga Rp50.000,” katanya.

“Pangkalan lebih untung, gak perlu ribet urus antrean atau KTP warga. Jadi, mereka pilih jual ke pengecer,” jelasnya.

Situasi ini memperparah krisis di lapangan, ketika LPG 3 kg makin langka, harga melonjak tajam, sementara warga harus rela antre tanpa kepastian.

Kondisi ini, kata dia, merupakan bentuk permainan pasar yang dibiarkan tumbuh liar.

Namun yang paling mencolok, menurutnya, adalah dugaan adanya keterlibatan Pertamina dalam mengarahkan kondisi ini.

Ia menyebut telah mendengar informasi dari pihak agen, mengenai arahan agar warga kesulitan memperoleh gas melon.

“Dari agen, Kami dengar arahan Pertamina begitu. Bikin warga sulit dapat gas, biar akhirnya beralih ke tabung 5 kg yang nonsubsidi,” bebernya.

Selain tabung nonsubsidi, skema peralihan juga didorong melalui proyek jaringan gas bawah tanah (jargas), yang kini mulai dibangun di beberapa wilayah di Samarinda.

Sayangnya, proyek ini juga memicu kekhawatiran warga, terutama terkait keamanan instalasi gas yang dinilai minim edukasi dan tidak standar.

“Pipa gasnya plastik, tentunya Warga khawatir kalau bocor bisa berbahaya,” ucapnya dengan lirih.

“Apalagi Kami tahu, di Surabaya bahan pipa jargas pakai baja dari Jepang, bukan plastik,” sambungnya.

Salah satu titik pemasangan pipa berbahan plastik, diketahui berada di kawasan Kecamatan Samarinda Ilir.

Proyek jargas yang disebut-sebut sebagai solusi jangka panjang, dinilai belum siap diterima masyarakat.

Minimnya sosialisasi dan penggalian di halaman rumah memunculkan kecemasan, sementara kelangkaan gas melon terus berlangsung.

Dugaan praktik niaga gelap juga muncul, seiring pola distribusi yang tak proporsional dan maraknya penjualan gas subsidi ke jalur pengecer.

“Kelangkaan ini bukan murni, karena stok kurang. Tapi karena ada sistem yang sengaja dibiarkan tak sehat,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Pertamina belum memberikan keterangan resmi.

Upaya konfirmasi kepada Sales Branch Manager wilayah Samarinda oleh sejumlah media juga belum mendapat respons.

Sementara itu, masyarakat masih terus mengantre dengan harapan mendapatkan satu tabung gas melon, yang kini bukan sekadar barang kebutuhan, tapi telah menjadi komoditas langka, dalam permainan distribusi yang penuh tanda tanya.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *