Diduga Lindungi Pelaku Oknum Guru Kasus Pelecehan Seksual, Mahasiswa dan Warga Samarinda Demo Tuntut Copot Pejabat SDN 007.

SAMARINDA, literasikaltim.com – Ratusan mahasiswa dan warga Kota Samarinda menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Wali Kota Samarinda pada Rabu (19/3/2025), sebagai bentuk protes terhadap dugaan pelecehan seksual yang terjadi di SDN 007 Kelurahan Sidodamai, Kecamatan Samarinda Ilir.

Aksi tersebut dipicu oleh laporan terkait pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum seorang guru di sekolah tersebut, dan dugaan upaya perlindungan yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap pelaku.

Para demonstran, yang sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa, menuntut agar Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah SDN 007 Sidodamai segera dicopot dari jabatannya.

Mereka menilai bahwa kedua pejabat sekolah tersebut diduga berusaha menutupi peristiwa pelecehan, dengan cara melakukan mediasi dan menawarkan kompensasi kepada keluarga korban.

Menurut Sabarno, Humas Aksi, tuntutan pencopotan ini muncul, setelah beredar informasi bahwa Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bersama dengan kuasa hukum tersangka mendatangi rumah salah satu korban.

Mereka diduga mencoba menawarkan penyelesaian secara damai dengan memberikan amplop berisi uang sebagai kompensasi, dengan harapan keluarga korban akan mencabut laporan dan tidak melanjutkan proses hukum.

“Pihak sekolah yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anak justru berusaha melindungi pelaku pelecehan,” tegas Sabarno.

“Tindakan ini, sangat bertentangan dengan prinsip keadilan dan aturan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Setelah upaya mediasi tersebut, keluarga korban dengan tegas menolak tawaran tersebut dan menyatakan bahwa mereka ingin kasus ini diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Mereka tidak akan mencabut laporan dan tetap mendesak, agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

Selain upaya mediasi, tindakan Kepala Sekolah yang hadir sebagai saksi dalam sidang Pra Peradilan (Prapid) yang berlangsung pada Jumat (14/3/2025) juga menuai kecaman.

Para demonstran menilai bahwa kehadiran Kepala Sekolah dalam sidang tersebut, turut mengindikasikan upaya untuk meringankan hukuman bagi pelaku pelecehan seksual.

“Sebenarnya, sudah banyak laporan serupa yang belum terungkap, dan ini sangat memprihatinkan,” kata Sabarno.

“Dan, Kami tidak ingin kasus seperti ini dibiarkan berlalu begitu saja,” tambahnya.

Tindakan yang diduga dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan, karena dianggap melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dalam regulasi tersebut, dijelaskan bahwa tidak ada ruang untuk mediasi dalam kasus kekerasan seksual.

Pihak yang terlibat dalam upaya mediasi, dapat dijerat dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara.

Aksi demonstrasi ini, menjadi ajakan bagi masyarakat luas agar lebih peduli terhadap isu kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan.

Para pengunjuk rasa menyerukan, agar para pejabat yang terlibat dalam upaya perlindungan pelaku, segera diberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku.

“Kami menuntut agar Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah segera dicopot, dan Kami juga mendesak aparat penegak hukum, untuk menindak tegas siapa pun yang berusaha melindungi pelaku pelecehan seksual, termasuk mereka yang mencoba melakukan negosiasi di luar jalur hukum,” ujar salah satu orator dalam aksi tersebut.

Di sisi lain, pihak Kepolisian dan Dinas Pendidikan Kota Samarinda turut berkomitmen untuk menangani kasus ini, dengan serius dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Polisi telah membuka penyelidikan dan berkoordinasi dengan pihak berwenang, untuk mengungkap seluruh fakta yang ada.

Aksi ini juga mendapat dukungan dari beberapa kelompok masyarakat dan organisasi yang memperjuangkan hak anak, dan perlindungan terhadap kekerasan seksual.

Mereka berharap kejadian serupa tidak terulang lagi, serta meminta agar dunia pendidikan di Kota Samarinda, serta seluruh Indonesia, dapat menjadi tempat yang aman bagi para siswa.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena dianggap mencoreng citra pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendidik bagi generasi penerus bangsa.

Demonstrasi ini juga, menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, khususnya dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak.

Ke depannya, masyarakat mengharapkan ada perubahan signifikan dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap tenaga pendidik, agar kejadian serupa dapat dicegah dan dunia pendidikan tetap menjadi tempat yang layak dan aman bagi anak-anak.

Penulis: Andi Isnar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *