SAMARINDA, literasikaltim.com – Persoalan ketenagakerjaan di Celcius Club Lounge & KTV Samarinda kian memanas. Manajemen perusahaan atas nama PT Borneo Prima Sentosa dilaporkan karyawan karena diduga memalsukan data gaji ke BPJS Ketenagakerjaan serta membayar upah di bawah ketentuan upah minimum.
Andi, perwakilan karyawan, menuturkan bahwa perusahaan melaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan bahwa gaji karyawan mengikuti UMK, yakni Rp3,5 juta.
Namun dalam praktiknya, karyawan hanya menerima upah variatif antara Rp1,8 juta hingga Rp2,5 juta, sedangkan untuk jabatan supervisor sekitar Rp3,6 juta.
“Data ke BPJS menyebut gaji Rp3,5 juta, tapi realitanya jauh di bawah itu. Kami hanya menerima Rp2,2 juta sampai Rp2,5 juta. Bahkan ada yang dibayar Rp1,8 juta. Ini jelas bentuk pembohongan dan pelanggaran hukum,” ungkap Andi, Sabtu (27/9/2025).
Laporan karyawan ke Disnaker Kota Samarinda menyoroti beberapa pelanggaran serius:
- Gaji dibayar di bawah ketentuan UMK.
- Data gaji yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan tidak sesuai fakta.
- Status kontrak kerja tidak jelas, meski ada yang sudah bekerja bertahun-tahun.
- Setelah 31 Agustus 2025, sejumlah karyawan dipaksa melanjutkan kerja harian dengan upah variatif Rp70 ribu – Rp100 ribu per hari selama 14 hari.
Menurut Andi, kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pekerja.
“Bahkan setelah kontrak selesai, kami dipaksa kerja harian dengan upah sangat rendah. Padahal jelas aturan melarang perlakuan seperti ini,” tegasnya.
Praktik yang dilakukan manajemen Celcius diduga melanggar berbagai regulasi ketenagakerjaan, di antaranya:
- UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, mewajibkan perusahaan melaporkan data upah yang benar.
- PP Nomor 86 Tahun 2013, mengatur sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak patuh terhadap aturan BPJS.
- PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, menegaskan larangan pengusaha membayar upah di bawah ketentuan upah minimum.
- UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, melarang pengusaha sewenang-wenang dalam menentukan upah dan status kerja.
Jika terbukti, perusahaan dapat dikenai sanksi pidana dan administratif, di antaranya:
- Pidana penjara hingga 8 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar atas pelaporan data upah fiktif ke BPJS.
- Sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, hingga penghentian layanan publik tertentu.
- Pidana pelanggaran UMK berupa kurungan penjara atau denda tambahan.
Kasus ini kini dalam tahap mediasi di Disnaker Kota Samarinda. Karyawan berharap pemerintah menindak tegas manajemen Celcius agar hak-hak pekerja dipenuhi.
“Kami hanya ingin hak Kami dihargai. Upah harus sesuai UMK, status kerja jelas, dan tidak ada lagi permainan data di BPJS. Ini soal keadilan bagi pekerja yang sudah bertahun-tahun mengabdi,” pungkas Andi.
Penulis: Andi Isnar