Demi Kepentingan Masyarakat, Adnan Faridhan Akan Gelar Rapat Paripurna Bahas Kantor Kelurahan sebagai Prioritas dalam APBD 2026..
SAMARINDA, literasikaltim.com – Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur Kota Samarinda, kondisi memprihatinkan justru masih dialami oleh Kelurahan Karang Mumus.
Selama hampir lima dekade (50 tahun), Kantor Kelurahan yang berada di jantung ibu kota Provinsi Kalimantan Timur ini, belum juga memiliki gedung sendiri dan hingga kini masih menempati bangunan sewaan.
Fakta ini diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Adnan Faridhan, saat agenda reses di Jalan Muso Salim, Minggu (18/5/2025).
Dalam kesempatan tersebut, ia mengaku terkejut mengetahui bahwa kantor kelurahan yang melayani ribuan warga ini belum memiliki fasilitas tetap.

“Ini daerah pusat kota, namun pelayanan publik dasarnya belum terpenuhi. Masih menumpang dari satu tempat ke tempat lain dengan sistem sewa,” ujarnya, saat di wawancarai awak media, Senin (19/5/2025).
Adnan Faridhan menilai, kondisi ini sangat mengganggu efektivitas pelayanan masyarakat.
Ia menyoroti bahwa ketidakpastian lokasi Kantor, membuat warga kesulitan mengakses layanan administrasi.
Lebih dari itu, sistem sewa tahunan dinilainya sebagai bentuk pemborosan anggaran daerah.
“Setiap tahun keluar dana untuk sewa gedung. Namun, manfaatnya tidak sebanding dengan beban yang ditanggung warga,” ujarnya.
“Belum lagi risiko dokumen tercecer karena sering berpindah,” tegas Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Samarinda tersebut.
Keluhan juga datang langsung dari warga dan tokoh masyarakat yang hadir dalam kegiatan reses.
Salah satu permasalahan utama yang diungkapkan, adalah ketidaktetapan lokasi pelayanan yang kerap membingungkan warga, terutama kalangan lanjut usia yang tidak familiar dengan teknologi pencarian lokasi.
Guna membenarkan keadaan tersebut, Anggota DPRD Kota Samarinda Adnan Faridhan bersama awak media mencoba meninjau secara langsung, namun memang agak kesulitan mencari Kantor Kelurahan Karang Mumus.
Bahkan, saat di tanya warga sekitar masih banyak yang tidak mengetahui keberadaan Kantor tersebut, walaupun jarak ke Kantor tersebut dengan warga hanya selisih kurang lebih 200 meter dari warga yang di tanya tersebut.
Setelah berputar beberapa kali, akhirnya ketemu juga dan memang kondisi Kantor tersebut tidak layak, bahkan parkirannya tidak memenuhi standar, sehingga parkir di badan jalan Umum.
Saat tiba di Kantor Kelurahan Karang Mumus, awak media menanyakan perihal keluhan warga, dan Ketua RT 07 Kelurahan Karang Mumus, Aspiani mengatakan bahwa warganya sangat kesulitan untuk datang mengurus administrasi dan lainnya.
“Bahkan, ada keluhan warga yakni dengan ada Kantor berpindah dan lahan parkir terbatas, sehingga parkir menggunakan badan jalan Umum,” terangnya.

Lurah Karang Mumus, Arbain turut membenarkan kondisi tersebut, menurutnya, tidak adanya lahan milik pemerintah di kawasan strategis membuat pembangunan gedung permanen menjadi sulit direalisasikan.
Meski demikian, pihak Kelurahan sudah mengajukan beberapa opsi lokasi, kepada Pemerintah Kota, namun hingga kini belum mendapatkan respons konkret.
“Kami sudah koordinasikan ke bagian aset, dan ada beberapa lahan potensial seperti di kawasan Muso Salim, tapi statusnya milik pribadi, dan sementara lahan pemkot sangat terbatas,” kata Lurah saat ditemui di lokasi Kantor sementara tersebut.

Usai melihat langsung kondisi Kantor Kelurahan Karang Mumus tersebut, Adnan Faridhan menyayangkan ketimpangan fokus pembangunan yang terjadi.
Ia menyebut sejumlah proyek besar seperti Terowongan Samarinda, Pasar Pagi, dan Teras Samarinda yang masing-masing menelan anggaran ratusan miliar rupiah.
“Namun, kebutuhan dasar seperti kantor pelayanan masyarakat masih terabaikan,” ucap Adnan Faridhan dengan nada kecewa.
“Ini bukan sekadar bangunan, melainkan simbol kehadiran negara di tengah rakyat, dan jika pelayanan publik dasar saja belum memadai, maka pembangunan belum bisa dikatakan merata,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Adnan Faridhan akan membawa persoalan ini, ke rapat paripurna DPRD dan meminta Pemerintah Kota, untuk segera menetapkan pengadaan lahan dan pembangunan Kantor permanen sebagai prioritas dalam APBD 2026.
“Kami akan dorong agar ada alokasi anggaran khusus. Tak butuh triliunan, cukup satu miliar untuk membangun kantor yang layak dan milik sendiri. Itu lebih berdampak langsung dibandingkan proyek-proyek simbolik,” tutupnya.
Kondisi ini, menjadi pengingat bahwa pemerataan pembangunan tidak cukup diukur dari megahnya proyek infrastruktur, namun dari sejauh mana kebutuhan dasar masyarakat benar-benar terpenuhi.
Penulis: Andi Isnar