Perjuangan Panjang Gereja Toraja Mangkupalas: Dari Hibah Tanah, Konflik Internal hingga Soliditas Jemaat.

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

Samuel Baan Beberkan Kronologi Hibah Tanah Gereja Toraja: Resmi, Sah, dan Tak Bisa Diganggu Gugat.

SAMARINDA, literasikaltim.com – Jemaat Gereja Toraja di Jalan Air Terjun, Kelurahan Mangkupalas, Samarinda, hingga kini terus bergumul dengan perjalanan panjang berdirinya rumah ibadah mereka.

Samuel Baan, salah satu penerima hibah tanah gereja, menuturkan secara rinci proses awal terbentuknya persekutuan, hingga dinamika jemaat yang berkembang dari tahun 2012 sampai sekarang.

Menurut Samuel, cikal bakal persekutuan jemaat bermula pada 25 Maret 2012 ketika 52 orang berkumpul dan mengadakan ibadah perdana di lokasi tersebut.

Dari sinilah muncul gagasan mencari lahan permanen, untuk membangun tempat ibadah.

“Waktu itu ada tiga pemilik tanah, salah satunya Dr. Very Rabang Matasik, dan mereka langsung menunjuk dan menyerahkan lahan ini untuk dihibahkan kepada Gereja Toraja,” ucapnya, saat diwawancarai awak media, Selasa (19/8/2025).

“Proses hibah itu kemudian dituangkan dalam surat resmi yang ditandatangani pihak Kecamatan pada 3 Agustus 2012 dengan nomor 590/228/KSD/VIII/2012. Selanjutnya hibah kembali ditegaskan pada 19 Juni 2013 melalui surat Kecamatan nomor 590/212/KSS/VII/2013,” jelasnya.

Setelah hibah rampung, jemaat mulai mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), dan sekitar tahun 2015, surat izin resmi diterbitkan.

“Dengan adanya IMB, Kami kemudian mengajukan proposal ke Pemerintah Provinsi, dan kurang lebih lima bulan proses berjalan, akhirnya pada 2016 keluar anggaran Rp4 miliar untuk pembangunan gereja,” katanya.

Pembangunan gereja dimulai pada 2016 dan selesai pada Maret 2017.

Sejak April 2017, gedung gereja baru itu resmi digunakan untuk ibadah jemaat.

Sementara bangunan awal yang sempat berdiri kemudian direnovasi menjadi rumah pastori atau tempat tinggal pendeta.

Namun, perjalanan pelayanan jemaat tidak berjalan mulus.

Samuel mengakui sempat terjadi konflik internal saat masa pelayanan pendeta ketiga, yang menurutnya menimbulkan perpecahan di tubuh jemaat.

“Ada gesekan karena sikap yang dianggap tidak membangun hubungan dengan majelis maupun anggota jemaat,” katanya.

“Akhirnya gereja harus melibatkan klasis, hingga Badan Pekerja Sinode untuk menyelesaikan masalah, dan keputusan sinode waktu itu jelas: pendeta tersebut ditarik dari jemaat,” terangnya.

Meski demikian, Samuel menegaskan mayoritas jemaat tetap solid. Dari 26 majelis, hanya tiga yang memilih keluar.

“Kami masih 23 majelis yang bertahan. Gereja tetap berjalan dengan dukungan jemaat, meski sempat muncul dualisme,” tambahnya.

Persoalan berlanjut, ketika sebagian pihak yang pro kepada pendeta sebelumnya masih beraktivitas di lahan hibah gereja.

Bahkan sempat terjadi aksi pemasangan patok, larangan aktivitas pembangunan, hingga upaya mengklaim fasilitas gereja.

“Pernah ada alat berat yang diturunkan untuk mengatasi longsor di sekitar gereja, tapi sempat dilarang, dan Kami akhirnya tetap melanjutkan pekerjaan itu karena demi keselamatan jemaat,” ungkap Samuel.

“Bahkan diduga adanya provokasi dalam jemaat, sehingga menimbulkan gejolak, untuk itu, di harapkan konflik ini bisa reda, demi kenyamanan dalam beribadah,” ungkapnya.

Samuel juga menegaskan bahwa, tanah hibah seluas 7.130 meter persegi tersebut adalah sah milik Gereja Toraja.

Oleh karena itu, seluruh aset di atasnya, termasuk rumah pastori, merupakan milik jemaat dan harus digunakan untuk kepentingan pelayanan.

“Kami tidak ingin berkonflik, tapi juga tidak bisa membiarkan aset gereja dipakai untuk kepentingan di luar jemaat, karena itu, Kami akan menempuh jalur hukum bila diperlukan,” tegasnya.

Di tengah dinamika tersebut, Samuel menuturkan bahwa semangat jemaat untuk menjaga dan melanjutkan pelayanan tetap tidak surut.

“Gereja ini berdiri berkat pengorbanan banyak orang, mulai dari awal persekutuan, hibah tanah, hingga dukungan Pemerintah,” ujarnya.

“Maka, Kami merasa wajib menjaganya agar tetap menjadi rumah doa bagi semua jemaat,” pungkasnya.

Penulis: Andi Isnar

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0878-8345-4028

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *